Love and Secret

When it turns out anything about blogging, I'm sixteen years old :')

Rabu, 08 Agustus 2012

Robsten at friend's wedding 28/03

Diposting oleh Desy Amelia di 19.38 2 komentar
Berita tentang perselingkuhan Kris memang simpang siur banget. Well, sebagai fans Robsten saya tidak terlalu percaya sama berita itu. dan tetap Keep Calm aja deh ^^ Btw, ini beberapa pict yang menunjukkan betapa mesranya Robsten u,u tapi kenapa? kenapa picts nya muncul baru sekarang? setalah berita2 ini? :( miris liat foto2nya. Hope you''l be fine, Robsten ;)

Sabtu, 04 Agustus 2012

Fanfiction Twilight : Always Be Yours Part 10 - 15 (End)

Diposting oleh Desy Amelia di 05.28 0 komentar
Always Be Yours Part 11

Edward

Kulihat Bella mendatangi Jacob yang terlihat sangat cemas di dinding dekat pintu ruang operasi Alice. Jacob selalu mengasingkan diri disana, tak pernah beranjak dari sana. Seberapa besar cintanya pada Alice adikku ? Sampai dia rela melakukan apa saja. Baiklah aku akan berbicara dengannya nanti. Aku juga akan berterima kasih padanya karena telah menjaga Alice, ucapan terima kasih waktu itu sama sekali belum cukup. Tapi sekarang Alice sedang dioperasi, mungkin kekuatan cinta mereka akan menguatkan Alice, aku yakin itu. Aku yakin akan cinta. Cinta yang menguatkan seseorang. Ketika cintaku pada Bella menguatkanku mengikuti lomba piano itu. Ketika cintaku pada Bella yang mendorongku untuk terus disampingnya dan menenangkannya, dan begitu juga dengan Bella , dia selalu disampingku dan menenangkanku. Tapi apa Bella mencintaiku ? Keadaan sekarang tidak memungkinkanku untuk menyatakan perasaanku pada Bella. Dulu aku menyayangi Bella dan kini aku mencintainya.
"Tenanglah Edward, wajahmu murung sekali" suara Rosalie tiba-tiba mengejutkanku.
"Apakah wajahku terlihat sangat murung ?" tanyaku .
"Yeah, kau cemburu ya melihat Jacob dan Bella ?' tanyanya serius. Cemburu ? Oh ku kira dia melihat wajahku murung karena kecemasanku akan kondisi Alice. Tapi ternyata aku salah. Aku ingin tertawa mendengarnya.
"Tidak" jawabku singkat tapi jelas. Jelas aku tidak cemburu pada mereka. Jacob mencintai Alice, dan Bella, Bella mengaku bahwa Jacob sudah seperti kakak baginya. Jadi untuk apa aku cemburu ? "Kau salah Rosalie" lanjutku. Kulirik Rosalie, dia hanya mengangguk malu.

Bella

Setelah aku merasa Jake cukup tenang, aku kembali lagi ke tempat dudukku bersama Edward tadi, disebelah kanan Edward. Edward menoleh ke arahku dan tersenyum kecil. Aku balas tersenyum, dan dia menggenggam tanganku. Oh Tuhan, disaat seperti inipun aku masih merasa gugup jika Edward memperlakukanku seperti ini. Semenjak dia pulang dari LA, dia selalu ada disampingku. Memelukku, menenangkanku, mengusap air mataku, hingga menggenggam tanganku. Apa itu hanya karena Alice sakit ? Atau dia merasakan hal sama dengan yang kurasakan ? Aku tak mau memikirkannya terlalu jauh. Ku balas genggaman tangan Edward.
"Lelaki itu kekasih Alice ?" tanya Rosalie tiba-tiba . Pandangannya mengarah ke Jake. Rosalie duduk disebelah kiri Edward.
"Belum" jawabku singkat. yeah, mereka belum resmi berpacaran, Jake gerakannya sangat lambat.
"Mereka belum berpacaran ?" tanya Rosalie terkejut.
"Ya, Jake sangat lambat" gumamku.
"Sepertinya Jacob lelaki yang baik" kata Edward sambil melirik ke arah Jake.
"Bukan sepertinya, tapi ya Edward" jawabku. Kata-kataku hapir sama dengan kata-kata Edward waktu itu. Edward hanya mengangguk. Dia pasti setuju dengan pernyataanku barusan.
"Dia terlihat cemas sekali, kalian lihat matanya itu ?" tanya Rosalie.
"Ya, apapun dilakukannya untuk Alice" jawabku .
"Alice perempuan yang beruntung" kata Rosalie tersenyum sendiri. Kulihat Edward melirik ke arah Rosalie. Apa yang dipikirkan Edward ? Aku menatap Edward penasaran. Lalu Edward kembali menoleh ke arahku lalu tersenyum kecil. Apa yang dipikirkannya ?

Syukurlah, operasi Alice berjalan dengan lancar. Dia selamat . Kami senang sekali. Tapi Alice harus dirawat lagi, untuk memulihkan kondisinya. Semua tersenyum sekarang, wajah-wajah cemas kini berubah menjadi senyum merekah, terlebih lagi Jake. Kini dia kembali lagi memamerkan senyum indahnya, setelah belakangan ini aku tak pernah lagi melihatnya. Kami semua berkumpul dikamar rawat Alice, menunggu Alice siuman.
"Kalian pulanglah dulu" kata Esme pada kami. Aku, Edward, Jake, dan Rosalie. "Kalian terlihat lelah" lanjutnya lagi.
"Tidak Mom, Mom saja yang pulang" jawab Edward meyakinkan Esme.
"Tidak Edward, kau lihat Bella, dia satu harian disini, dia lelah sekali" kata Esme tersenyum padaku. Edward menoleh ke arahku .
"Mom dan Dad pulang saja" ulang Edward. Lalu menoleh ke Rosalie. "Kau juga Rose" lanjutnya lagi.
"Aku ?" tanya Rosalie. "Tidak, aku masih ingin disini"
"Baiklah, aku dan Bella yang akan pulang" kata Edward menyerah. "Kita pulang Bella?" tanya Edward padaku. Aku berfikir sejenak, aku belum ingin pulang. Tapi ini sudah malam, dan aku pergi sejak pagi tadi. Charlie pasti menungguku dirumah.
"Baiklah" jawabku. "Kau tidak ikut Jake?" tanyaku pada Jake .
"Tidak Bells, kalian saja. Aku akan pulang nanti" jawab Jake. Baiklah, hanya aku dan Edward yang pulang.Wajah Rosalie terlihat sedikit kesal. Kali ini dia tidak ikut dengan kami, biasanya dia selalu ikut kemanapun Edward pergi. Mungkin dia fikir Esme dan Calisle yang akan pulang. Kau salah Rosalie, batinku.
"Kabarkan kami tentang kondisi Alice" kataku sebelum aku dan Edward meninggalkan kamar rawat Alice.

Kami masuk ke dalam Volvo Edward, belum sempat Edward menyalahkannya, tiba-tiba terdengar suara cacing diperut Edward 'bernyanyi', ya seperti itulah istilahnya. Kami terdiam, saling tatap lalu tertawa kecil.
"Kau kelaparan Ed" kataku masih tertawa. Edward memutar bola matanya dan mengangguk kecil . Lalu menjalankan Volvonya.
"Bagaimana kalau kita makan malam dulu?" tanya Edward melirik ke arahku.
"Hmm," aku berfikir sejenak. Charlie menungguku, tapi pasti dia menungguku sambil menonton pertadingan Baseball. Jadi dia pasti fokus pada pertandingan itu. Dan tidak terlalu menghawatirkannku, lagi pula dia sudah tahu tujuanku satu hari ini. Edward kembali melirik ke arahku.
"Lihat ke jalan Edward" tegurku padanya. Dia tertawa.
"Bagaimana tawaranku ?" tanya Edward. Matanya menatap ke jalan .
"Baiklah, ku terima" jawabku sambil mengangguk.
"Kita ke cafe La Bella Italia" kata Edward melirikku lagi.
"Itu cafe favorit kita" jawabku spontan lalu tersenyum senang. Dan tanpa kusadari aku memposisikan tubuhku mengahadap ke Edward. Edward tidak lagi melirik, tapi menoleh ke arahku.
"Hei, lihat ke jalan Edward" tegurku tegas. Dia tertawa lalu menoleh ke jalan lagi. Aku tertawa melihat tingkahnya itu.  Yeah, kami akan ke cafe La Bella Itali. Itu cafe favorit aku, Edward, dan Alice. Sudah lama kami tidak ke sana. Tapi kali ini tidak ada Alice, hanya aku dan Edward.

Edward memesan tempat yang sering kami tempati. Lalu mempersilahkanku duduk. Pelayan disini juga sudah mengenal kami.
"Silahkan duduk Tuan Putri" katanya tersenyum padaku. Aku mengangguk tersenyum malu.
"Andai ada Alice disini" kataku ketika dia akan duduk.
"Tenanglah Bells, nanti pasti kita kesini lagi bersama-sama. Kau, aku, Alice, dan mungkin juga Jacob" kata Edward lalu mengenggam tanganku. Aku tersenyum.
"Rosalie?" tanyaku padanya. Dia melepaskan genggaman tangannya. Kenapa ?  Apa aku salah bertanya ? Wajahku pasti sangat bingung sekarang. Sedangkan wajah Edward, cukup tenang. Tapi dia tidak menjawab pertanyaanku. Baiklah, aku membiarkannya. Tiba-tiba hp Edward bunyi.
"Ya Calisle" jawab Edward. Calisle yang menghubunginya.
"Benarkah?" tanya Edward tak percaya. Apa yang dikatakan Carlisle . Alice sudah siuman ? Aku tersenyum melihat ekspresi Edward.
"Baiklah" kata Edward lalu menutup teleponnya.
"Alice sudah siuman ?" tanyaku penasaran pada Edward.
"Ya Bella" jawab Edward tersenyum . "Dan kau tahu?" lanjutnya lagi .
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Ada satu kabar bagus lagi" jawab Edward masih tersenyum . Kabar bagus apa lagi ? Aku benar-benar penasaran . Apa Jake langsung menyatakan perasaannya ketika Alice siuman ? Ah, tapi itu tidak mungkin. Aku menggelengkan kepala memikirkannya.
"Apa Edward?" tanyaku semakin pensaran.
"Bella" katanya kembali menggenggam tanganku. "Aku lolos ke final dalam lomba pianoku Bella" jawabnya semangat. Syukurlah, dia lolos ke final, ini kabar gembira. Aku senang sekali. Tapi, itu berarti Edward akan kembali ke LA ? Berapa lama ? Oh Tuhan, ini juga kabar buruk.
"Oh ya?" tanyaku pura-pura terkejut. "Dan kau akan kembali ke LA?" tanyaku. Edward pasti menjawab ya, dan meninggalkanku lagi. Tidak ada kata 'ya' yang keluar dari mulutnya. Tapi dia mengangguk dengan semangat. Baiklah, Edward akan meninggalkanku lagi, batinku murung.

***

Always Be Yours Part 12

Edward

Tak kusangka ternyata aku lolos ke final, itu sangat mengejutkanku. Hanya 3 kontestan yang terpilih dan aku salah satunya. Itu membuatku sangat senang , tapi bagaimana dengan Bella ? Aku harus meninggalkannya lagi, dan besok aku harus berangkat secepatnya. Bagaimana dengan rencanaku untuk menyatakan perasaanku padanya ? Kenapa tidak malam ini saja aku menyatakannya ? Tapi, Bella sudah kuantar kerumahnya. apa melalui telepon ?  Ah, sama sekali tidak gentle. Kemungkinan aku hanya seminggu disana, dan aku yakin Bella pasti sabar menunggu. Kekuatan cinta, yeah itulah kuncinya.

"Alice, kau bisa membantuku?" tanyaku pada Alice yang sudah siuman tadi malam. Hebat, dia begitu kuat. Tapi, pagi ini aku harus berangkat ke LA lagi.
"Ya Edward, apa ?" tanyanya semangat. Tampaknya Alice ingin sekali bangkit dari tempat tidurnya .
"Aku ingin memberi kejutan pada Bella" kataku sambil memutar-mutar bola mataku.
"Waw, ide bagus" kata Alice tersenyum. "Apa itu ?" Alice tampak tidak sabaran.
""Baiklah, begini aku ingin kau membawanya ke perlombaanku nanti, oke ?" jelasku pada Alice.
"Imbalannya?" tanya Alice tersenyum . Dasar Alice.
"Kau mau apa?"
"Kapan kau resmi berpacaran dengannya?" Alice balik bertanya padaku.
"Kalau kau melakukan tugasmu dengan benar, semua bisa diatur" jawabku enteng.
"Hmm, baiklah. Serahkan saja padaku" jawabnya sambil terkekeh kecil.
"Terima kasih Alice, kau memang adik yang baik" kataku lalu menundukkan kepalaku unuk mengecup keningnya. Dia tersenyum.
"Kau juga" jawabnya. Aku mendengar suara langkah kaki menuju ruang rawat Alice, pasti Bella dan Jacob. Akhirnya Jacob pulang semalam, setelah Alice membujuknya untuk pulang.
"Hai Alice" sapa Jacob sejurus kemudian.
"Hai Jake, Bells" sapa Alice pada meraka. Aku menoleh ke arah Bella dan tersenyum padanya. Dia balas tersenyum padaku. Tapi senyum pagi ini berbeda, tidak seperti biasanya. Bukan senyum Bella.
"Bagaimana keadaanmu Alice?" tanya Bella pada Alice sambil duduk di atas tempat tidur Alice.
"Aku baik Bells, kau lihat" jawab Alice sambil menunjuk tubuhnya yang terbungkus selimut tebal itu. Bella hanya mengangguk dan tersenyum .
"Kemana Rosalie?" tanya Bella setelah menyadari bahwa Rosalie tidak ada disini.
"Dia sedang sarapan dengan Mom dan Dad" jawab Alice. Anak ini tak pernah mau berhenti berbicara, padahal kondisinya belum cukup kuat. Tapi memang bukan Alice namanya kalau hanya bisa terkulai lemas.
"Oh" jawab Bella singkat.
"Kau tidur larut ya Bells?" tanyaku lalu mendekatinya dan menunjuk ke arah kelopak matanya.
"Apa?" tanya Bella lagi, sepertinya dia melamun tadi.
"Kau tidur larut?" ulangku . Kusentuh kelopak matanya dengan jari telunjukku.
"Oh" jawab Bella lalu mengangguk pelan. Aku mendesah.

Aku telah berpamitan pada Alice dan memberitahu tugas untuknya. Kejutan untuk Bella. Alice tidak bisa ikut mengantarkanku ke bandara. Dia masih belum kuat, dan Jacob , dia selalu setia disamping Alice.
"Seisi sekolah tak ada yang menanyakanku Bells?" tanyaku memecahkan keheningan di Volvoku. Kami sedang dalam perjalanan ke bandara. Bella yang duduk di bangku depan terlihat diam saja dari tadi. Aku jadi bingung, apa yang terjadi padanya ? Apa dia sedih karena aku akan kembali ke LA ?
"Tidak" jawabannya juga singkat. Kulirik Rosalie yang duduk di bangku penumpang belakang. Wajahnya juga sama dengan Bella, tak ada senyum sedikitpun.
"Kalau Alice?" tanyaku lagi.
"Sama" jawab Bella sesingkat tadi. Oh, ada apa dengan Bella. Aku jadi ingin tahu, ada apa sebenarnya dengan Bella. Tapi sekarang bukan saat dan tempat yang tepat untuk menanyakannya. Ada Rosalie disini.

Aku masih bertanya-tanya ada apa dengan Bella. Baiklah, aku harus menanyakannya. Bagaimanapun caranya. Ketika bandara sedang ramai, Esme dan Carlisle duduk di kursi tunggu penumpang bersama Rosalie. Sebelum mereka melihat, kutarik tangan Bella. Dan kami menuju ke suatu temapt, aku tak tau diruangan apa ini. Sepertinya ini lorong yang mengarah ke kamar mandi. Disini sunyi. Baiklah, tempat yang pas.
"Hei, ada apa Edward ? Mengapa kau menarikku kesini?" tanya Bella dengan keras.
"Tak apa Bells, tenanglah" kataku menenangkannya. Kami berdiri berhadapan , tempat ini sangat terang, tapi sunyi.
"Kau kenapa Bells?" tanyaku langsung pada pokok permasalahan. "Aku tak akan bisa pergi jika kau bersikap seperti ini" lanjutku lagi. Aku menyenderkan badanku ke didinding. Bella hanya berdiri kaku.
"Aku? Aku kenapa?" dia balik bertanya.
"Yeah, mengapa kau diam saja dari tadi?, sikapmu berbeda" tanyaku lagi lalu mendekatinya. Bella, wajahnya tampak sedih. Kutatap wajanya, dan betapa terkejutnya aku melihat air mata membasahi pipinya.
"Bella, kau menangis?" tanyaku lalu mengusap air matanya. Secepat kilat Bella langsung memelukku, kubalas pelukan itu. Berarti Bella sedih akan kepergianku lagi. Aku sungguh tidak tega melihatnya menangis. Ku elus rambutnya lalu mengecupnya. Aku tak mau melepaskan pelukan ini. Biarlah dia menumpahkan semuanya padaku, dipelukanku dan kerana aku. Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, dan menatapku. Kuhapus lagi air matanya yang tadi sempat membasahi pipinya yang seputih salju itu.
"Kau sudah tenangan Bells?" tanyaku. Dia hanya mengangguk.
"Baiklah, aku tahu alasanmu" kataku dengan rasa bersalah. "Aku tidak seharusnya per-" Bella menempelkan jari telunjuknya dibibirku.
"Tidak Edward, kau harus pergi" katanya sambil tersenyum .
"Tapi Bells-"
"Sudahlah Edward, akan lebih parah jika kau tak jadi pergi ke LA" katanya terkekeh kecil . Dia tertawa.
"Kau yakin?" tanyaku. Dia mengangguk dengan cepat.
"Baiklah" lanjutku lalu tersenyum . Menariknya kembali kepelukanku. Sepertinya kami tidak menyadari ada juga orang yang lewat di sini. Ah tapi aku tak peduli. Kupeluk Bella dengan erat lagi. "Aku mencintaimu Bells" bisikku lembut padanya.
"Apa?" tanyanya ingin melepaskan pelukanku. Tapi tak kubiarkan, aku terus memeluknya dengan erat.
"Aku ti dak bi sa bernapas Edward" katanya terpengap-pengap. Otomatis kulepaskan pelukan itu. Aku baru sadar, aku menyakitinya.
"Maaf Bells" kataku merasa bersalah.
"Yeah, tidak apa-apa Edward" katanya sambil mengatur napas. Aku terkekeh melihatnya.
"Tadi kau bilang apa?" tanyanya penasaran.
"Yang mana?" aku balik bertanya, pura-pura tidak tahu. Padahal aku yakin Bella pasti menanyakan kata-kataku barusan.
"Ketika kau memelukku tadi" jawabnya yakin. Aku memutar bola mataku, pura-pura berfikir. Apa aku menyatakannya sekarang ? Ah, jangan dulu. Aku sudah menyiapkan kejutan untuknya, dan melibatkan Alice. Kejutan itu tidak boleh dibatalkan.
"Apa yang kau dengar ?" tanyaku. Wajah Bella tampak kesal, aku terkekeh lagi.
"Sudahlah Edward, tidak perlu kau jawab" katanya kesal. Wajahnya lucu sekali.
"Kau yakin?" tanyaku menggodanya. Bella hanya mengangguk sekali. Aku menunduk dan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Bella hanya diam dan menatapku dalam. Wajah kamu kini hanya beberapa sentimeter. Baiklah, kulihat dia memejamkan matanya. Kupejamkan juga mataku, dan mendekatkan lagi wajahku ke wajahnya. Tiba-tiba kudengar seseorang berdeham dengan keras. Aku terkejut, begitu juga dengan Bella. Dengan spontan kami menjauh satu sama lain. Oh sial ! Seorang kakek-kakek sedang berdiri diseberang lorong memakai jas dan celana kuning muda. Kakek itu menatap ke arah kami dan tersenyum lalu pergi. Aku menoleh ke Bella yang sedang menunduk malu.
"Dia sudah pergi Bells" kataku pada Bella. Bella mengangkat wajahnya, dan betapa terkejutnya aku. Wajahnya semerah tomat .

***

Alaways Be Yours Part 13

Bella

Edward sudah pergi lagi ke LA, dan kejadian di bandara itu benar-benar membuatku malu. Ingin rasanya aku menutupi wajahku dengan apa saja. Bagaimana bisa aku hanya terdiam dan menutup mata ketika Edward berusaha menciumku ? Menciumku ? Heh, kau terlalu percaya diri Bella. Baiklah, apapun itu, setidaknya itu membuatku benar-benar malu. Setelah pesawat yang ditumpangi Edward lepas landas, aku dan Esme memutuskan untuk pulang. Esme pulang ke rumah untuk membawakan makanan favorite Alice yang dipesannya tadi pagi. Dan aku, aku memutuskan untuk singgah dulu ke rumah sakit.
"Hei Bells, mereka sudah pergi?" tanya Alice ketika melihatku membuka pintu memasuki kamar rawatnya. Kulihat Jake sedang duduk disebelah Alice sambil membaca majalah. Jake membaca majalah ? Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alice . Lalu duduk disebelah tempat tidur Alice, diseberang Jake.
"Sudahlah Bells, baru beberapa menit, heh ?" kata Jake mengejekku.
"Diamlah Jake" kataku pada Jake yang seketika itu juga langsung tersenyum-senyum sendiri.
"Jakeee" ucap ALice lalu melirik ke arah Jake. Jake langsung berpura-pura tidak tahu dan fokus pada majalah yang dibacanya .
"Edward hanya 1 minggu disana Bells" kata Alice ketika aku bangkit dan hendak memakan buah apel yang ada di meja .
"Hmm, yeah" kataku singkat lalu memakan apel itu dan menyenderkan badanku ke tiang tempat tidur Alice. Ah, 1 minggu juga sudah cukup lama bagiku. Baru sebentar saja aku sudah rindu padanya. Aku tergila-gila . Benar-benar tergila-gila. Hingga aku merasa tidak terlalu bersemangat jika tak ada Edward disini.

Aku pulang ke rumah bersama Jake. Jake selalu saja mau pulang jika Alice yang menyuruhnya pulang. Kami sampai di depan pintu rumahku. Rumahku dan Jake tidak terlalu berjauhan . Dia berniat singgah dahulu kerumahku.
"Kau payah Bells" katanya ketika kami memasuki rumahku. Charlie belum pulang. Ini masih sore. Aku menoleh ke arah Jake dan menatapnya. Tatapanku yang mengartikan 'apa?'.
Jake mengangguk "Yeah, baru beberapa jam kau sudah begitu" jawabnya .
"Maksudmu ?" tanyaku . Begitu bagamana ? Mungkin Jake tau yang sedang kurasakan.
"Kau sudah murung begitu. Ayolah Bells, hanya 1 minggu. Dan aku sangat yakin, Edward akan kembali lagi padamu. Aku yakin sekali bahwa dia mencintaimu. Berani taruhan ?" Jake meyakinkanku. Benar juga Jake, mengapa aku sudah murung begini ? Baru saja tadi aku tersenyum pada Edward , sekarang aku sudah murung saja. Baiklah, aku akan mencoba tersenyum.
Aku tersenyum "Terima kasih Jake, kau selalu mengerti akan aku".
"Yes! Berhasil!" katanya girang. Aku tertawa kecil melihatnya.
"Baiklah, aku pulang dulu Bells, bye " Jake mengecup rambutku lalu pergi. Yeah, Jake yang melakukannya aku tidak merasakan apa-apa. Tapi Edward? Oh Tuhan, jantungku ingin meledak.

"Terima kasih Bells" kata Alice padaku ketika kami tiba dirumah ALice. Aku membantunya berjalan ke kamar. Alice sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Hebat . Alice begitu kuat.
"Oh ya, lusa Edward akan lomba, kau tau ?" tanya Alice padaku. Aku hanya mengangguk.
"Bagaimana kalau kita pergi ke LA dan menonton perlombaannya?" tawar Alice dengan semangatnya. Aku langsung terkejut mendengarnya. Itulah yang kuinginkan, aku sadar sekarang. Bertemu Edward.
"Kau serius Alice?" tanyaku tak percaya.
"Aku serius Bella" katanya tersenyum. Oh, aku sungguh tak sabar.
"Aku setuju Alice, setuju sekali" kataku semangat lalu memeluk Alice.
"Baiklah Bells, besok kita berangkat, oke?" senyum mengembang dari Alice. Senyum kemenangan, seperti senyum seseorang yang sedang mengalami kemenangan. Tapi kemenangan apa? Ah, sudahlah aku tak peduli. Yang terpenting sekarang, aku akan bertemu Edward. Tapi tunggu dulu.
"Kenapa kau mau menonton perlombaan Edward , Alice ?" tanyaku sedikti curiga. Tidak biasanya Alice begini, dia memang adik yang baik. Tapi ketika Edward mulai lomba waktu itu, tak sekalipun Alice menyinggung keinginannya untuk pergi ke LA dan menonton perlombaan Edward. Aneh, pikirku.
"Ini final Bells" jawabnya melirikku dan tersenyum. Oh iya, ini final. Perlombaan ini kan yang selalu dinantikan Edward. "Tapi Bells, jangan beri tahu Edward dulu, oke?"
"Kenapa?" tanyaku pensaran. Apakah in kejutan ?
"Ini kejutan" bisik Alice.
"Baiklah" kataku lalu memeluk Alice lagi. "Terima kasih Alice"
"Seharusnya aku yang berterima kasih padamu Bells" ucap Alice lalu melepaskan pelukanku.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Karena kau membawa Jake padaku" katanya tersenyum . Oh, karena Jake. Aku tak pernah menyangka Alice akan suka pada Jake, dan begitu juga Jake.
"Jake lah yang datang padamu"
"Tidak juga" jawabAlice tak mau kalah. Baiklah, karena perempuan ini Alice. Aku mengalah.
"Ya ya. Sama sama Alice" jawabku tersenyum lalu kami berpelukan lagi.

Malam ini aku tak bisa tidur. Pikiranku selalu tertuju pada kepergian kami besok ke LA. Aku memutuskan untuk menyiapkan baju sekarang. Dari pada aku hanya bisa tidur berbaring tak berguna, lebih baik aku menyiapkan baju sekarang. Sekalian menunggu telepon dari Edward. Semalam dia tak ada meneleponku. Semoga saja malam ini dia ingat untuk meneleponku. Ketika sedang asyik menyiapkan pakaian, hpku berbunyi. Kupejamkan mataku sebelum menatap ke layar hp ku, semoga ini Edward, doaku dalam hati. Kubuka perlahan mataku. Syukurlah, ini Edward.
"Halo" jawabku dengat cepat.
"Hai Bells, cepat sekali kau mengangkat teleponku?" tanya Edward tak percaya.
"Tadi aku sedang mengotak-atik hp ku" jawabku berbohong.
"Oh ya Bells, lusa aku akan lomba" katanya. Yeah, aku sudah tau Edward.
"Semangat Edward" kataku sama semangatnya dengan suaraku.
"Tentu Bells, kau tau, ketika aku naik ke atas panggung, hanya wajahmu yang ada dalam benakku. Kau yang menguatkanku Bells" kata Edward , nada suaranya sedikti serius. Benarkah ? Edward merasa seperi itu ? Aku yang menguatkannya ?
"Kau bercanda Ed" kataku terkekeh.
"Tidak Bells, aku sama sekali tidak bercanda" kata Edward. Dia serius ? Ya Tuhan, aku bergidik sekarang. Aku tidak tau harus berkata apa lagi. Cukup lama hening. Lalu Edward kembali berbicara.
"Kau tertidur Bells?" tanyanya.
"Eh, tidak. Aku tidak bisa tidur" jawabku.
"Bayangkan saja wajahku" katanya bercanda. Membayangkan wajah Edward ? Itu sangat jelas. Bola mata hijaunya, rambut perunggunya, senyumnya, semua tentangnyalah yang aku bayangkan selama ini. Aku tertawa.
"Aku sudah rindu padamu Bells" apa ? Dia rindu ? oh Edward, aku juga ! teriakku dalam hati.
***

Always be yours Part 14

Edward

Belum apa-apa aku sudah rindu pada Bella ? Apa dia juga merasakan sama dengan yang kurasakan. Semoga. Setelah selesai meneleponnya, aku bergegas mendatangi Carlisle yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Besok Alice ke sini , Dad" kataku menganggunya .
"Ya, tapi maaf Edward. Sepertinya Dad tidak bisa menjemput mereka" jawabnya masih sibuk dengan ponselnya.
"Baiklah, dengan senang hati" jawabku.
"Terima kasih Edward, lucu sekali" katanya lalu berhenti sebentar. "Dad yang lebih sibuk darimu" lanjutnya sambil tertawa kecil. Ya memang benar, aneh saja kenapa bisa Carlisle yang lebih sibuk daripada aku ? Sebenarnya siapa yang akan lomba ? Aku ikut tertawa .

Baiklah, hari ini aku akan lomba. Semoga Alice melakukan tugasnya dengan baik. Membawa Bella kesini . Aku menyempatkan untuk pergi ke bandara sendiri, Carlisle sedang mengurus perlombaanku nanti. Setiba di bandara, ternyata aku datang terlalu cepat. Pesawat mereka baru akan tiba sekitar 1 jam lagi. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman di dekat bandara. Sebelumnya aku menelepon Alice dulu.
"Halo" kata Alice dari seberang telepon.
"Aku menunggu kalian di taman ya"
"Baiklah, setengah jam lagi kami sampai" kata Alice menutup teleponnya.
Aku berjalan ke taman. Sambil berfikir bagaimana nanti aku menyatakan perasaanku pada Bella. Belum apa-apa jantungku sudah berdetak tak karuan . Taman ini biasa saja. Tapi membuatku sedikit tenang. Aku duduk di kursi taman itu sambil menunduk menutup wajahku. Cukup lama memang.  Tiba-tiba sesorang menepuk bahuku . Aku menoleh, wajah Rosalie tepat didepan wajahku. Spontan aku langsung menjauh.
"Sedang apa kau disini ?" tanyaku menyipitkan mata.
Dia tertawa kecil "Mengapa kau tidak mengajakku menjemput Alice?"
"Oh, aku tidak mau merepotkanmu"
Matanya membelalak lebar, "Hei, apakah itu merepotkan? Kau konyol Edward" katanya tertawa kecil.
"Ya maaf kalau begitu" jawabku lalu duduk tegak dan memandang lurus kedepan. Cukup lama kami berbincang-bincang. Kurasakan Rosalie sedikit demi sedikit mendekatkan tubuhnya padaku. Aku menoleh dan seperti tadi. Dia juga menoleh , wajah kami cukup dekat sekarang. Apa yang akan dilakukan Rosalie ? Tangan Rosalie langsung terulur ke leherku dan menempelkan bibirnya yang tipis itu ke bibirku. Apa yang dilakukan Rosalie ? Dia menciumku dengan lembut. Aku hanya terdiam, tidak, aku tidak boleh diam. Ciuman ini akan menyakitkan buat Bella, seandainya saja dia tahu. Tapi, apakah sekarang dia tahu ? Walaupun dia tidak tahu, tetap saja aku harus melepaskan ciuman ini. Ku pegang bahu Rosalie lembut dan menjauhkannya dariku.
"Maaf" kata Rosalie ketika aku melepaskan tanganku dari bahunya.
"Apa yang baru saja kau lakuakan?" tanyaku keras.
Wajah Rosalie memerah dan langsung menggengam tanganku. "Sejujurnya aku masih mencintaimu Edward".
Kudengar suara orang berlari disekitar sini. Berarti ada orang yang melihat kejadian barusan. Aku mencoba melihat ke balik bahu Rosalie. Dan, mereka terdiam terpaku disana. Alice dan Jacob. Bella berlari kearah yang berlawanan dari tempatku. Mom berada dibelakang mereka dan sedang sibuk dengan ponsel yang dipegangnya. Lalu Jacob berlari menyusul Bella. Sial ! pikirku. Mengapa harus seperti ini ?
"Tidak Rosalie" jawabku sambil melepaskan genggaman tangan Rosalie. Aku harus mengejar Bella.
"Tidakkah kau tahu Edward ? Semua yang kulakukan semua ini untukmu. Aku ingin selalu dekat denganmu." jelasnya .
"Dan termasuk menjenguk Alice?" tanyaku tidak percaya. Rosalie hanya diam . Aku berdiri dan menunduk ke arah Rosalie.
"Aku tidak mencintaimu lagi Rosalie, dan jangan pernah lakukan itu lagi. Kau tahu ? Aku mencintai Bella" kataku dan langsung berlari mengejar Bella.
Ketika melewati Alice, dia menahanku. "Biarkan Jake yang melakukannya" katanya lemah. Apa ? Tidak, mengapa harus Jacob ?
"Tapi Alice-" kataku membantah Alice.
"Percayalah padaku" kata Alice lalu berjalan ke arah Rosalie. Aku hanya bisa beridiri mematung. Menyesali semuanya. mengapa aku bisa sebodoh itu ?
"Terima kasih" kata Alice pada Rosalie. Mom yang berada disitu tampak kebingungan.
"Ada apa ini?" tanya Mom bingung. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku menatap lurus ke depan. Arah kemana Bella dan Jacob pergi. Aku percaya pada  Alice, semoga Jacob bisa mengatasinya. Satu-satunya cara untuk meyakinkan Bella adalah Rosalie. Aku kembali ke Rosalie,
"Kau lihat?" kataku marah . Rosalie hanya terdiam.
"Biarkan hanya aku yang merasakan sakit seperti dulu, jangan Bella!!" kataku membentak Rosalie. Rosalie benar-benar keterlaluan.
"Maaf Edward" wajahnya tampak memohon.
Aku tak memperdulikannya dan langsung bergi persama Alice dan Mom.
"Ayo kita pulang" kataku pada meraka. Aku harus menelepon Bella.

Bella

Oh Tuhan ? Benarkah semua yang barusan kulihat ? Edward berciuman dengan Rosalie ? Hatiku pedih, air mataku tak dapat lagi terbendung . Rasanya aku tak bisa lagi bernafas. Dadaku terasa sesak, seperti ada yang menginjaknya. Aku langsung lari meninggalkan tempat itu. Tempat yang akan kubenci selamanya. Edward , apa yang dia lakukan ? Tega-teganya dia ! Semua pengorbananku selama ini sia-sia belaka. Edward menghianatiku. Rosalie, kufikir dia akan merelakan Edward, kufikir Rosalie perempuan yang baik. Tapi ternyata ? Mereka berdua sama saja. Kau tega Edward ! Air mataku terus mengalir dan aku terus berlari. Tapi aku akan kemana ? Aku tak tahu seluk beluk LA. Kesini saja aku baru pertama kali. Tapi itu semua sudah tidak ada artinya lagi. Sekarang aku ingin pulang, pulang ke Forks. Berdiam diri di kamar, dan membuang semua kenanganku tentang Edward . Aku lelah berlari, kuputuskan untuk berhenti. Ada kolam buatan disekitar sini. Diperbatasan komplek bandara dan jalan raya. Aku duduk tepat disamping kolam itu. Aku sendirian, menangis. Semua orang yang lewat menatapku bingung. Aku tidak sadar, ternyata hpku sedari tadi berbunyi. Telepon dari Edward. Kini hpku berbunyi lagi. Edward lagi. Dia berusaha menghubungiku. Tapi aku tak akan mengangkatnya. Mengangkatnya sama saja dengan memaafkannya secepat ini. Memaafkan perbuatannya yang sangat menyakitkan itu. Kumatikan hpku dan melepaskan baterainya. Aku tak tau apa gunaya itu. Kututup wajahku dengan kedua telapak tanganku .
"Mengislah Bella, menangislah jika itu membuatmu tenang" itu suara Jake . Aku mengangkat wajahku dan melihat Jake berdiri tepat dihadapanku. Lalu Jake duduk disampingku dan secepat kilat aku langsung memeluknya. Aku menangis dipelukannya. Menangis karena lelaki yang kucintai. Lelaki yang ku tunggu selama ini. Lelaki yang seperti malaikat untukku. Membuatku tersenyum ketika berada didekatnya. Lelaki yang bisa membuat wajahku semerah tomat. Lelaki pertama yang menciumku. Lelaki yang bisa membuatku benar-benar merindukan seseorang. Edward, dialah lelaki itu. Lelaki yang kucintai. Cukup lama aku menanguis dipelukan Jake . Setelah aku merasa cukup tenang, aku melepaskan pelukanku.
"Kau sudah tenang?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Inilah kebiasaaku, menangis dipelukan orang yang kusayangi, itu benar-benar membuatku tenang.
"Baiklah, tersenyumlah dulu" katanya tersenyum .
Aku menggeleng "Aku tidak bisa" bibir ini rasanya sulit untuk bergerak.
"Kau pasti bisa" kata Jake sambil membuatkan senyum diwajaku dengan kedua jari telunjuknya. Aku tersenyum sedikit sekarang.
"Nah, begitu"
"Jangan terlalu percaya dengan penglihatanmu" katanya. "Aku tak yakin Edward`melakukannya" sambungnya lagi.
"Apa kau bilang?" tanyaku terkejut .
Jake  mengangguk . "Ya , aku tak yakin Edward yang melakukannya. Bisa saja itu perbuatan Rosalie si singa betina itu. Kau lihat? Edward tadi mencoba melepaskannya" jelasnya mencoba mempengaruhiku.
Kuingat-ingat lagi kejadian ditaman tadi. Ya betul, Edward mencoba melepaskannya. Tapi itu tetap membuatku sakit. Aku tidak percaya itu.
"Aku tidak percaya" kataku kesal. "Tetap saja mereka berciuman"
Jake tertawa. "Bells, kau jangan berpikiran buruk dulu"
Aku mendesah , "Aku percaya dengan  apa yang kulihat, mataku masih sehat"
Jake tertawa lagi, "Tidak semua yang kau lihat itu benar"
Ya, tapi tetap saja, aku melihatnya. Aku cukup percaya dengan apa yang kulihat. Edward berciuman dengan Rosalie. Itu yang kulihat. Memang Edward yang melepaskannya, tapi mungkin itu dilakukannya karena kami melihat mereka. Oh Tuhan, aku berprasangka buruk pada Edward. Tapi memang itulah adanya.
"Terserahmu Jake, tapi aku ingin pulang" kataku langsung berdiri. Jake juga ikut berdiri.
"Bella, kau mau semuanya sia-sia , heh ?"
Aku menggeleng. Aku tidak mau semuanya sia-sia. Tapi apa yang harus kulakukan ? Membiarkan kejadian tadi dan menguburnya dalam-dalam? Itu tidak mungkin. Sesuatu yang sangat menyakiti hatiku takkan pernah kulupakan. Dan setelah itu, aku melihat Rosalie dan Edward ? Sungguh, aku tidak akan tahan.

Always Be Yours Part 15

Bella

"Aku tetap ingin pulang" kataku pada Jake.
"Oh ayolah Bells" Jake tampak memelas. Aku ingin pulang, aku tak ingin disini.
"Kalau kau tak mau pulang, aku akan pulang sendiri" ancamku.
"Sejak kapan kau menjadi egois seperti ini Bella?" tanya Jake garang. Aku terkejut melihat ekspresinya. Benarkah aku egois ? Tapi aku hanya menginginkan sesuatu yang mungkin akan membuatku lebih baik. Mungkin . Aku terdiam sebentar. Tak tahu harus menjawab apa.
Jake tampak serius "Apa salahnya mencoba ? Kau hanya perlu duduk di kursi penonton, itu saja" nada suara Jake sedikit mengeras. Aku terduduk lemas.
"Entahlah Jake" ucapku. Aku pasrah, bingung harus melakukan apa.
"Bagaimana dengan Alice ? Kau tega meninggalkannya ? Membuatnya kecewa ? " tanya Jake. Baiklah, aku tidak mau menjadi manusia yang egois.
"Oke, setelah itu kita pulang" kataku. Setelah melihat Edward di atas panggung, aku akan pulang, secepatnya.

Aku dan Jake tiba di gedung perlombaan Edward, gedung ini cukup besar. Ada sebuah piano atas panggung. Piano itukah yang akan dipakai Edward nanti ?  Aku dan Jake berjalan menyusuri bangku penonton. Kami sampai di deretan kedua dari depan. Carlisle, Esme, Alice, dan Rosalie ada disana. Tapi kelihatannya Rosalie sedikit menjauh dari mereka. Kemana Edward ? Aku sama sekali belum bertemu Edward sejak kejadian tadi. Aku duduk tepat disebelah Alice. Bangku disebelahku kosong.
"Hai Bells" sapa Alice.
"Hai Alice, maaf ya" ucapku tersenyum. Alice balas tersenyum.
"Tak ada yang perlu dimaafkan" . Syukurlah, Alice tidak marah padaku. Tapi yang ada dalam pikiranku saat ini adalah Edward. Tanpa kusadari, aku mencari-cari Edward, menoleh kesana kemari.
"Edward dibelakang panggung" kata Alice nyengir. Aku malu sekali, dengan cepat aku menunjukkan sikap acuh tak acuh. Kau munafik Bella, batinku pada diriku sendiri. Kontestan pertama dipanggil dan menaiki panggung, semua penonton bertepuk tangan dan aku tidak. Aku tidak terlalu tertarik.
"Maafkan aku Bells" seseorang berkata padaku. Sepertinya dia duduk di bangku kosong disebelahku. Aku menoleh dan  melihat Rosalie.
"Buat apa?" tanyaku dingin.
"Aku yang salah, bukan Edward" ucapnya .
"Benarkah?" tanyaku dengan gaya acuh tak acuh. Pandanganku menatap lurus ke panggung.
"Aku yang menciumnya Bells, dia yang mencoba melepaskanku, dia tidak salah. Aku sangat menyesal" katanya tulus. Bisa kurasakan ketulusan itu. Aku menoleh ke arahnya , tidak tega memperlakukan seseorang seperti ini.
"Lalu kenapa harus meminta maaf padaku?" tanyaku.
"Karena Edward mencintaimu, dan kau melihat kejadian itu. Dia sungguh menyesal" jelasnya. Benarkah Edward mencintaiku ? Benarkah yang dikatakan Rosalie ? Siapa yang harus kupercaya ? Penglihatanku atau penjelasan mereka ?
"Please, percaya padaku Bells" ucapnya memohon.

"Baiklah, peserta kedua kita . Ini dia Edward Anthony Cullen" panggil si pembawa acara. Edward berjalan menaiki panggung. Mataku tertuju ke atas panggung, tak teralihkan. Edward berhenti dan duduk di bangku dekat pianonya.
"Ini untuk seseorang yang spesial, permohonan maafku. Semoga kau menerimanya Isabella Swan" suara Edward ditengah keheningan . Aku terkejut, ketika namaku disebutkan . Edward meminta maaf dengan cara seperti ini ? Ya Tuhan, aku tak bisa berkata apa-apa lagi.
Jari jemari Edward mulai memainkan pianonya. Lagu pertama, aku tak  pernah tahu apa judulnya. Tetapi sepertinya aku pernah mendengarnya. lagu yang indah, seperti lagu nina bobo. Setelah selesai memainkan persembahan pertamanya, kini dia memainkan lagu ke dua. Itu Claire de Lune, lagu favorite aku dan Edward. air mataku tak dapat terbentung dan mengalir di pipiku. Cepat-cepat aku mengusapnya. Semoga tak ada yang melihatnya. Selesai dengan persembahannya itu, Edward memberi hormat dan semua penonton standing applouse padanya. Begitu juga dengan aku.

Tiba-tiba kurasakan tangan Alice menyenggol lenganku,
"Bells, maukah kau menemaniku sebentar ?" tanyanya. Aku langsung mengangguk, dan Alice manarikku melewati penonton yang sedang berdiri. Aku tak tahu , Alice akan membawaku kemana. Aku masih membayangkan wajah Edward tadi. Hingga sampailah kami di depan sebuah ruangan.
"Ya ampun, aku lupa membawanya " kata Alice sambil memukul keningnya sendiri.
"Apa?" tanyaku.
"Tunggu sebentar Bells, aku akan segera kembali" katanya lalu pergi meninggalkanku tepat di depan pintu ruangan itu. Aku penasaran dengan ruangan itu, sepertinya sebuah aula. Kuputuskan untuk masuk kedalamnya. Ruangan ini sangat gelap, ya ini aula. Tampat sebuah pertunjukan juga, ada bangku penontonnya. Apa yang lupa dibawa Alice ke sini ? Aku berjalan menyusuri jalan yang menuju ke atas panggung, entah mengapa sepertinya batinku terus mendorongku untuk memasuki lebih jauh ruangan ini. Tiba-tiba lampu panggungnya hidup, tidak terang memang. Kulihat seorang lelaki sedang duduk di bangku tepat didepan pianonya. seperti sedang ingin memainkan piano. Siapa dia ? Apa mungkin dia Edward ? Tidak mungkin, Edward belum turun dari panggung ketika aku meninggalkannya tadi. Ku coba untuk berjalan ke panggung itu, dan sungguh , betapa terkejutnya aku. Itu Edward . Dia berdiri , dan aku mencoba untuk pergi. Tapi terlambat, dia menarik tanganku dan membawaku kepelukannya.
"Maafkan aku Bells, sungguh" ucapnya tepat di atas rambutku.
"Lepas Edward" kataku marah, memberontak.
"Tidak Bells. Kau tahu ? Aku sangat menyesal atas kejadian tadi" katanya tulus. Aku hanya terdiam, tidak lagi memberontak. Lalu dia memelukku semakin erat, kehangatan menerpaku. Jantungku berdetak tak karuan, seperti saling kejar-kejaran. Apa yang harus kulakukan sekarang ?
"Bella" bisik Edward. "Aku mencintaimu" lanjutnya dengan suara lembut. "Sangat mencintaimu" . Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang ?
"Katakan sesuatu Bella" sambungnya lagi. Apa ? Apa yang harus kukatakan ?
Pelan-pelan kutelan ludahku "Aku juga mencintaimu Edward" kataku tenang. Air mata kembali menetes dipipiku. Edward spontan langsung melepaskan pelukannya dan memgang bahuku lembut.
"Benarkah itu Bella?" tanyanya lembut. Aku menangguk . Edward memelukku lagi "Maafkan aku Bells, aku mencintaimu" ucapnya.
Ku balas lebih erat lagi pelukannya.

"Kau memaafkanku ?" tanya Edward, kini kami berdua duduk dikursi piano tadi.
"Ya, tapi aku masih butuh penjelasanmu" jawabku.
"Baiklah, aku sedang duduk ditaman , dan tiba-tiba Rosalie datang. Kami sempat mengobrol sebentar, namun entah kenapa tiba-tiba dia mendekat padaku dan menciumku" jelas Edward dengan nada benci. Sepertinya Edward marah sekali pada Rosalie.
"Dan kau membalasnya?" tanyaku.
Edward tertawa kecil "Aku melepaskannya Bells" katanya tersenyum jail padaku.
"Ya, baiklah aku memaafkanmu, semua berkata seperti yang kau jelaskan" kataku sambil mengangguk .
Edward tersenyum "Terima kasih Bells" katanya lalu mengecup pipiku. Wajahku pasti merah sekali sekarang, tapi syukurlah ruangan ini sedikti gelap.
"Kau sekarang pacarku. Dan ingat , aku selalu milikmu" katanya sambil menyentuh pipiku dengan jarinya.
"Selalu?" tanyaku.
"Ya, selalu selamaya" jawabnya. Kini, lelaki itu berada didepanku. Tersenyum padaku. Menentuh pipiku, memelukku dengan erat. Lelaki yang kucintai , Edward Cullen.

THE END


Fanfiction Twilight : Always Be Yours Part 7 - 10

Diposting oleh Desy Amelia di 05.24 0 komentar
Always Be Yours Part 7

Bella

Sudah 3 minggu Edward berada di LA, aku kangen sekali padanya. Ingin sekali aku menjawab pertanyaannya malam itu, namun dia benar benar membuatku kesal. Apalagi hampir setiap kali dia menghubungiku,  dia melontarkan pertanyaan - pertanyaan bodoh itu. Membuatku semakin kesal . Alice sudah masuk sekolah sekarang, tapi tetap saja , wajahnya pucat seperi vampir yang pernah kulihat di film - film. Aku juga semakin sering ke rumah Alice bersama Jacob. Usahaku membuat mereka dekat juga tidak sia-sia. Mereka dekat sekali sekarang, hanya saja Jacob belum siap menyatakan perasaannya. Aneh juga aku melihatnya.
Kami sedang duduk bersama ditaman rumah Alice. Andai ada Edward disini, pasti akan lebih mengasyikkan.
"Hei Bells, kau melamun saja dari tadi" suara Alice membuyarkan lamunanku.
"Oh, eh," jawabku gugup.
"Aku tahu Bella, aku tahu" kata Alice. Ya, Alice pasti tahu aku sedang melamunkan Edward.
"Tahu apa Alice? " tanya Jacob penasaran.  Alice hanya tersenyum . Sesaat aku langsung  melirik Alice.
"Tidak Jake" jawab Alice. Syukurlah Alice tidak memberi tahu Jake, kalau Jake sampai tahu, dia pasti mengejekku habis habisan. Hp ku berbunyi, telepon dari Edward, aku buru buru menghindar dari Alice dan Jacob dan berjalan cepat ke arah dapur.
"Halo Bella" kata Edward dari seberang telepon.
"Halo Edward" jawabku. Baru saja aku memikirkan dia, kini aku sudah mendengar suaranya. Suara indahnya.
"Aku akan lomba besok, doakan aku ya Bells" katanya. Akhirnya dia lomba juga, itu berarti dia juga akan secepatnya pulang ke Forks.
"Pasti Edward" jawabku. "Kau harus yakin menang" lanjutku lagi.
"Yeah, harus Bella" kata Edward yakin. "Terima kasih Bells" suara Edward terdengar samar samar.
"Buat apa Edward ?" tanyaku penasaran.

Tiba - tiba kudengar suara Jacob berteriak memanggilku dari taman, telepon Edward juga tiba tiba terputus. Aku shock, ada apa ini ? Aku berlari kearah taman, kulihat Jacob mengendong Alice yang sudah pingsan ke kamarnya. Wajah Alice pucat, pucat sekali. Alice kenapa ?
"Tolong bukakan pintu kamarnya Bells" kata Jacob panik. Aku langsung membukakan pintu kamar Alice, dan Jacob meletakkan Alice di tempat tidurnya. Aku langsung berlari ke arah dapur, mengambil kotak P3K lalu kembali ke lamar Alice. Setelah beberapa saat, akhirnya Alice siuman. Aku lega sekali. Esme sedang tidak ada dirumah, jadi kuputuskan untuk membuatkan bubur untuk Alice.
Ketika aku kembali ke kamar, Alice sudah duduk menyender di kepala tempat tidurnya. Jacob tiada hentinya manatapi setiap gerak gerik Alice. Jacob sepertinya khawatir sekali. Sama seperti aku.
"Kau baik baik saja Alice ?" tanyaku lalu duduk disebelahnya. Dia hanya mengangguk . "Ini, makanlah dulu" lanjutku lagi sambil mendinginkan bubur lalu menyuapkan pada Alice.
"Dia kelelahan" kata Jacob sambil masih terus memandangi Alice. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, andai ada Edward disini.
"Tolong jangan beri tahu Edward" kata Alice tiba tiba. Ah, padahal aku baru saja ingin memberi tahu Edward.
"Tidak Alice, aku janji" kataku , mebuat Alice tenang. Tapi kalau keadaan Alice makin memburuk aku tidak bisa tinggal diam.

Edward

Aku ingin memberi tahu Bella, bahwa aku akan lomba besok. Suaranya, aku yakin mendengar suaranya bisa membuatku lebih semangat, padahal hampir setiap hari aku menghubunginya dan memberikan pertanyaan yang membuat dia kesal. Tapi setiap kali dia kesal, aku merasa ingin sekali tertawa. Ku putuskan untuk menghubunginya, aku pergi ke lobi hotel tempat aku dan Carlisle menginap dan berdiri didekat jendela. Baru saja aku mendengar suara Bella, namun belum mendengar tawanya dan berterima kasih padanya. Tiba tiba saja ku rasakan seseorang memelukku dari belakang. Secara spontan aku langsung mematikan teleponku , padahal aku sedang menelepon Bella. Bella pasti kesal.
"Edward" suara perempuan. Aku tanda suaranya, suara Rosalie. Kulepaskan langsung pelukan itu. "Maaf" lanjutnya lagi.
"Rosalie ?" tanyaku terkejut.
"Ya, ini aku Edward" katanya sambil tersenyum . Mau apa Rosalie ? batinku.
"Apa yang kau lakukan disini ?" tanyaku gugup .
"Dad bekerja disini, dan aku baru saja mengunjunginya" jawabnya sambil menatapku. Aku tak tahan melihat tatapan itu, aku langsung memalingkan wajahku.
"Oh" jawabku singkat.
"Ayolha duduk dulu Edward" katanya sambil menarikku duduk di sofa lobi hatel.
"Kau sedang apa disini ?" tanya Rose padaku. Apa peduli dia ? tanyaku dalam hati.
"Aku mengikuti lomba disini" jawabku. Rose masih saja terus memandangiku.
"Hmm, bagaimana keadaan keluargamu ?" tanyanya lagi.
"Baik" aku menjawab pertanyaannya sesingkat mungkin.
"Aku sudah tak bersama Emmet lagi Ed" kata Rose menundukkan wajahnya. Apa ? Mereka sudah tak bersama lagi ? Mengapa ? Tapi sejujurnya aku tak peduli, namun aku penasaran.
"Mengapa ?" tanyaku, nadaku biasa - biasa saja . Rosalie sudah menghianatiku dengan berselingkuh dengan Emmet, sahabatku sendiri waktu itu.
"Emmet berselingkuh" jawab Rose dengan wajah masih ditundukkan. Aku terkejut mendengarnya. Emmet , lelaki biadab kau ! batinku, tega teganya dia menyelingkuhi Rosalie. Apa mau dia ? Bukan hanya aku yang merasakan sakitnya, tapi Rosalie juga. Tanganku mengepal keras - keras. Ingin sekali aku mengoyakkan leher lelaki itu. Emmet !
"Maafkan aku Edward" lanjut Rosalie. "Aku terlalu bodoh menyakitimu dulu, sekarang aku mendapatkan balasannya"
"Sudahlah Rose, aku sudah melupakannya" tipuku. Padahal aku masih sangat mengingatnya.
"Baiklah" katanya sambil berdiri lalu kembali menegakkan wajahnya, matanya sedikit basah. "Kita bisa jadi teman kan ?" tanyanya . Otomatis aku langsung berdiri.
"Ya" jawabku. Ya, hanya berteman.
"Oke, kita akan bertemu lagi setelah ini" suara Rose sangat meyakinkan sambil tersenyum padaku, dan langsung mencium pipiku lalu pergi meninggalkanku sama seperti yang kulakukan pada Bella malam itu. Bella, aku teringat pada Bella.  Dengan cepat ku hubungi kontak "My Bells" di hpku. Semoga Bella tidak marah ataupun kesal karna tindakanku tadi yang langsung menutup telepon begitu saja. Bella, maaf.

***

Always Be Yours Part 8

Bella

Hpku bunyi lagi, pasti telepon dari Edward, aku meminta Jacob untuk menggantikanku menyuap Alice. Sejujurnya dari tadi aku menunggu telepon dari Edward, aku masih penasaran mengapa dia menutup telepon begitu saja. Ada apa dengan dia ?
"Jake, bisa tolong kau yang menyuap Alice?" tanyaku pada Jake
"Ya, tentu Bells, tapi kau mau kemana ?" tanyanya bingung sambil menatapku yang sedang buru - buru mengambil hpku dari kantong celana jeansku.
"Sebentar Jake, mungkin ini telepon dari Edward"
"Edward ?" tanya Alice terkejut. "Please, jangan beritahu dia Bella" lanjutnya lagi. Wajahnya sangat memohon padaku. Sungguh aku tidak tega melihatnya.
"Ya Alice, aku sudah janji padamu" kataku kembali menenangkan Alice.
"Sudahlah Alice, jangan siksa dirimu, Bella tidak akan memberitahu Edward" sambung Jake. Syukurlah Jake juga mengerti. Ku genggam tangan Alice erat dengan tujuan benar benar meyakinkannya bahwa aku tidak akan memberitahu Edward tentang kejadian pingsannya tadi. Dia mengangguk, dan dengan cepat aku bangkit lalu berjalan menjauhi mereka. Kupandang layar hpku, benar , Edward yang meneleponku. Aku langsung menjawabnya.
"Halo Edward"
"Halo Bella, kau , kau tidak marah padaku kan ?" tanya Edward terburu - buru.
"Hei hei tenanglah Edward" jawabku. "Aku tidak marah, hanya penasaran".
"Ah, terima kasih Bells" jawabnya lega.
"Hmm hmm" kataku sambil menangguk anggukkan kepalaku. Edward hanya diam. Apa yang dilakukannya ? Apa dia berfikir untuk mencari alasan, atau apa ? Tidak, aku tidak boleh curiga padanya.
"Jadi , kenapa Edward ? " tanyaku memecahkan keheningan percakapan kami.
"Oh, tadi hpku lowbet Bells, kau tahu, aku tinggal di hotel dan jarang berada didalamnya, aku lebih sering menghabiskan waktu di tempat pelatihan piano" jelasnya panjang lebar. Ah, berarti tadi itu dia sedang melamun, bukan mencari alasan, batinku.
"Ya Edward, aku mengerti, kau terlalu sibuk sekarang" jawabku. Tapi tak pernah lupa menghubungiku, itu yang membuatku semakin mencintaimu, lanjutku dalam hati.
"Maaf Bells, hanya itu yang bisa kulakukan disini, kau benar tidak marah kan ?" tanya Edward lagi, nada suaranya memohon. Aku lucu mendengarnya.
"Tidak Edward" jawabku sambil nyengir, sedikit tertawa.
"Ah Bella, aku mendengar tawamu lagi" kata Edward sambil tertawa juga. Aku ini sudah gila ya ? Semenjak Edward sering meneleponku tiap hari, setiap dia meneleponku aku selalu tertawa, walau tak ada hal lucu yang kami bicarakan, hanya saja lucu untuk didengar. Tapi mengapa dia juga ikut tertawa ? Apa dia juga sudah sama gilanya seperti aku ? Aku tertawa sendiri memikirkannya.
"Oh  ya, bagaimana sekolahmu ?" tanyanya, dia sudah tidak tertawa lagi. Tapi nada suaranya tenang.
"Ya, begitulah Ed" aku tak terlalu bersemangat sekolah "Tidak meyenangkan" Ya, sangat tidak meyenangkan. Tidak menyenangkan jika tidak ada Edward maupun Alice.
"Mengapa Bells? Bukannya ada Alice ?" Oh ya, ada Alice. Aku lupa, Edward tidak tahu kondisi Alice sekarang. Ah Edward, maafkan aku harus menyembunyikan ini darimu. "Atau kau merasa tidak enak sekolah jika tidak ada aku ?" godanya padaku. Aku tertawa lagi. Syukurlah dia tidak mengungkit terlalu jauh tentang Alice.
"Mungkin" jawabku singkat, sambil tersenyum.
"Bukan mungkin Bells, tapi ya " Edward meyakinkanku. "Aku sangat merindukanmu Bella" lanjut Edward. Aku senang mendengarnya, hatiku melonjak tak karuan. "Kau juga , kan ?" tanyanya . Oh Edward, sebelum kau tanya, aku sudah menyimpan jawabannya dalam hati.
"Ya Edward, aku juga merindukanmu" jawabku sambil tersenyum . Rindu sekali, cepatlah pulang Edward, lanjutku dalam hati.

Aku lupa pada Jake dan Alice yang kutinggal dikamar tadi, aku terlalu keasyikan mengobrol dengan Edward melalui telepon . Yaa, walau hanya melalui telepon, tapi tetap saja dia bisa membuatku tertawa, dan menghilangkan sedikit beban pikiranku. Dan juga mengurangi kerinduanku padanya. Aku kembali ke kamar, dan mendapati Alice sudah tertidur pulas. Aku sedikit lega melihatnya. Jacob masih duduk disamping tempat tidur Alice. Menatap Alice, tatapan cinta. Sudah lama aku tidak melihat tatapan itu, tidak pernah malah. Tak satupun perempuan yang kutahu pernah berpacaran dengan Jake, atau mungkin memang dia belum pernah jatuh cinta sama sekali ?
"Hei Jake, jangan menatapnya seperti itu" tegurku padanya sambil berbisik .
"Ah Bells, kau membuatku terkejut"
"Maaf Jake, tapi tatapanmu padanya itu seperti -" aku berhenti sejenak , memikirkan kata yang tepat, "sepertinya kau sudah jatuh cinta padanya, Jake" lanjutku. Semoga kata itu tepat. Jacob tersenyum.
"Kau pasti sudah tau itu Bells, atau kau pura pura tidak tahu ?" tanyanya curiga.
"Yeah, aku sudah tahu, hanya saja aku ingin memastikannya" jawabku. Jacob hanya tersenyum .
"Aku heran Bells, apa sebaiknya Alice kita periksa ke dokter ?" tanya Jacob .
"Ide yang bagus Jake, tapi kita harus beritahu Esme, Calisle dan Edward" jawabku sedikti ragu - ragu . Mereka harus tahu.
"Yeah, memang harus" Jake diam sebentar. "Tapi menurutmu dia sakit apa ?" tanya Jake lagi.
"Entahlah Jake, kau sendiri tahu, dia selalu mengatakan 'aku baik baik saja'" jawabku sambil membayangkan wajah Alice ketika mengatakan kata - kata itu . Jacob terdiam lagi, lalu tersenyum melihat Alice .
"Aku menyayanginya Bells" lanjutnya masih tersenyum menatap Alice.
"Jadi kenapa tak kau katakan saja perasaanmu padanya ?" tanyaku penasaran .
"Entahlah Bells, aku bingung bagaimana menyatakannya, kau mau membantuku ?" tanyanya serius. Oh Jake, jelas aku mau.
"Pasti Jake" jawabku "Katakan saja apa yang bisa ku bantu" kataku yakin. Kami berdua sama - sama tersenyum dan memandang wajah mungil namun pucat milik Alice.

Kudengar suara mobil memasuki halaman rumah Alice, Esme sudah pulang. Kulirik jam tanganku, sudah jam 6 sore. Aku harus pulang menyiapkan makan malam untuk Charlie.
"Jake, aku harus pulang" kataku pada Jake.
"Oh ya, aku juga Bells" jawabnya. Lalu dia mengecup kening Alice yang masih tertidur pulas.
Kami turun ke bawah dan mendapati Esme sedang menggantungkan jaketnya. Dia tersenyum melihat kami berdua.
"Kalian mau pulang ?' tanyanya pada kami. Oh ya, kami tidak boleh memberitahu Esme tentang kejadian tadi.
"Ya Esme, Alice sedang tidur dikamarnya " jawabku sambil menyenggol lengan Jake, memberi isyarat padanya.
"Eh ya, kami harus pulang sekarang Esme" kata Jake sedikit terbata - bata.
"Oh" Eme mengangguk "Baiklah, kalian hati - hati ya" lanjutnya lagi.
"Ya, sampai jumpa Esme" kataku lalu menarik Jake keluar rumah, sekilas kulihat Jake tersenyum pada Esme.

 ***

Always Be Yours Part 9

Edward

Aku terpaksa membohongi Bella. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya bahwa Rosalie menemuiku. Alice bilang dia sudah menceritakan semua kisahku bersama Rosalie pada Bella. Jadi tak akan ada gunanya memberitahu yang sebenarnya pada Bella. Hari ini aku akan lomba, aku tidak mau mengecewakan Bella dan keluargaku. Aku sangat bersemangat, dengan bayang - bayang wajah Bella yang sedang tertawa. Namun yang membuat konsentrasiku sedikit memudar adalah adanya Rosalie disini. Dia benar dengan ucapannya semalam. Kami akan bertemu lagi, dan sekarang dia datang di acara lomba pianoku. Dengan semangat dia menyemangatiku. Tatap matanya terus menatap kearahku, membuatku sedikit gugup. Yeah, gugup.

Kudengar namaku dipanggil, Rose dan Carlisle menyemangatiku sebelum aku menaiki panggung. Aku tersenyum pada mereka dan naik ke panggung dengan tenang. Lalu duduk tepat di depan pianoku. Aku mulai memainkan jari jemariku dengan anggun, Bella's Lullaby, lagu yang kuciptakan untuk Bella, hanya saja Bella belum mengetahuinya. Aku menikmati alunan musik yang kumainkan dengan bayang - bayang wajah Bella. Indah . Membuatku tenang dan melayang. Hingga aku tak menyadari permainanku selesai dan aku mendengar tepuk tangan penonton yang sangat keras. Mereka standing applause. Aku tersenyum dan bangkit memberi hormat pada mereka lalu turun dari panggung. Yeah, aku lega sekarang.

Aku berjalan menuju jajaran tempat duduk penonton yang kududuki bersama Rose dan Carlisle tadi, tapi aku hanya melihat Rose, tak ada Carlisle.
"Mana Carlisle ?" tanyaku pada Rose yang langsung bangkit dari kursinya.
"Tadi dia keluar sebentar Edward, mengangkat teleponnya." jawab Rose sambil tersenyum, senyum bangga.
"Siapa yang meneleponnya ?" tanyaku lagi.
"Aku tak tahu Edward" jawab Rose. Aku hanya diam. "Permainan yang bagus Edward" lanjut Rose sambil tersenyum.
"Ya, terima kasih " jawabku singkat. Tak lama kemudian Carlisle kembali dengan tergesa - gesa dan wajah yang cemas.
"Ada apa Calisle ?" tanyaku sama cemasnya dengan Carlisle.
"Alice masuk rumas sakit Edward, dia pingsan " jelas Carlisle . "Ayo, kita harus pulang sekarang" lanjutnya lagi. Aku tak bisa berkata apa- apa lagi. Aku sangat terkejut, cemas. Kususul Carlisle yang sudah melangkah keluar gedung namun sebuah tangan menarik lenganku.
"Aku ikut Edward" Rose yang menarik tanganku. Carlisle berhenti mendengarnya dan menoleh ke arah kami.
"Tidak perlu Rose" jawabku, aku ingin cepat - cepat pulang ke Forks.
"Ayolah Edward, Alice sudah kuanggap seperti adikku sendiri" lanjutnya lagi dengan wajah memohon.
"Biarkan dia ikut Edward" kata Carlisle dengan bijaksana seraya memegang bahuku. Karena Carlisle yang mengizinkan, aku tidak bisa berbuat apa - apa.
"Baiklah" jawabku terpaksa. Untuk apa Rosalie ikut ? Bagaimana kalau dia bertemu dengan Bella ? Bella pasti berfikir yang tidak - tidak.

Bella

Aku tak tahu harus melakukan apa. Alice pingsan lagi dan Esme sangat shock, kami langsung membawa Alice kerumah sakit. Esme juga sudah memberitahu Carlisle, dan otomatis Edward juga pasti sudah tahu. Aku dan Esme duduk diruang tunggu rumah sakit dengan wajah cemas. Sesekali aku meremas tanganku, cemas. Jacob menyandarkan badannya ke dinding dekat pintu UGD rumah sakit. Wajahnya juga sangat cemas.
"Tenanglah Esme" kataku menenangkan Esme. "Alice akan baik - baik saja" lanjutku sambil mengelus - ngelus bahu Esme. Esme hanya mengangguk . Dan aku menggenggam erat tangan Esme, dia membalas genggamanku.
"Terima kasih Bella" katanya sambil tersenyum sedih. Bukan senyum bahagia. Jacob melirik kami, dan tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku. Aku mengisyaratkan sesuatu agar dia juga tenang. Dan dia hanya mengangguk. Oh Tuhan, aku perlu Edward disini. Aku perlu dia sekarang.

"Calisle, Edward" Esme bangkit dari tempat duduknya, spontan aku juga bangkit. Dan aku melihat Carlisle, Edward, dan seorang perempuan cantik. Siapa perempuan itu ? Ah, tapi aku tidak memperdulikannya. Aku menatap dia, Edward. Seseorang yang kucintai dan kurindukan berdiri didepan mataku dengan wajah cemas. Mengapa harus seperti ini kami kembali bertemu ? Tatapan mata indahnya bertemu dengan mataku, 2 pasang mata yang sama sama cemas. Carlisle langsung memeluk Esme, dan begitu juga Edward, secepat kilat dia langsung memeluk tubuhku. Erat, erat sekali pelukan ini. Aku membalasnya . Aku rindu sekali pada Edward. Tuhan, jangan biarkan ini berakhir. Aku ingin selamanya seperti ini, dipelukan Edward. Edward mengelus rambutku.
"Semuanya akan baik - baik saja Bells" katanya membuatku tenang. Ya, semuanya akan baik - baik saja Edward, aku tahu itu, batinku. Namun entah mengapa air mataku mengalir, mengingat wajah Alice belakangan ini.
"Ya, dia akan baik - baik saja " koreksiku. Alice, dia akan baik - baik saja. Edward mencium keningku, dan memelukku lagi. Oh Tuhan, aku ingin selalu dipelukan Edward. Aku balas memeluknya dengan sangat erat sekarang. Sungguh, aku tak ingin melepaskan pelukan ini. Tapi, suara perempuan berdeham didekat kami, aku dan Edward sepontan melepaskan pelukan kami . Edward langsung menatap kesal ke arah perempuan itu.
"Ada apa Rose ?" tanya Edward kesal pada perempuan itu . Rose ? Rosalie ? Apa dia Rosalie ? Perempuan yang pernah berpacaran dengan Edward ? Perempuan bodoh yang telah menyia - nyiakan Edward ?
"Kita belum tahu bagaimana keadaan Alice " jawab perempuan itu sama kesalnya. Dan dia menatap garang ke arahku. Spontan aku langsung memalingkan muka dan menatap wajah Edward dari bawah dagunya. Mengapa dia menatapku seperti itu ? batinku.
"Oh ya, bagaimana keadaan Alice ?" tanya Edward padaku.
"Tadi dia pingsan, dan sekarang dokter sedang memeriksanya , maaf Edward" jawabku sambil membungkukkan wajah. Tidak lagi menatap Edward. Kini aku melirik Carlisle dan Esme yang sedang duduk di kursi, mungkin Esme sudah menceritakannya pada Carlisle. Dan Jacob, dia memejamkan matanya, dan masih bersender di dinding . Sepertinya dia tidak tidur, melainkan semakin cemas.
"Tak perlu meminta maaf Bells" Edward mengelus rambutku lagi. Aku harus memberi tahu Edward kondisi Alice belakangan ini. Maaf Alice, ini yang terbaik. Edward harus tahu. Ku tatap mata Edward lekat - lekat.
"Perlu Edward, aku menyembunyikan sesuatu darimu belakangan ini" kataku dengan nada penuh penyesalan.
"Apa?" tanya Edward lagi. Namun dia tidak marah.
"Belakangan ini kondisi Alice sangat tidak baik, dia juga pernah pingsan sebelumnya, wajahnya selalu pucat "jelasku pada Edward. Semoga Edward tidak marah padaku.
"Oh Bella, mengapa kau menyembunyikan ini dariku ?" tanyanya lagi. Tapi tak terdengar sedikitpun nada marah dalam suaranya.
"Maaf Edward" ulangku lagi.
"Tak apa Bells" katanya sambil tersenyum. "Lalu apa Esme tahu?"
"Ya Esme tahu, namun dia tidak tahu bahwa Alice pernah pingsan sebelum ini" jawabku, aku merasa sangat bersalah. Pada Alice, karena telah memberitahu Edward. Dan pada Edward, karena telah menyembunyikan semua ini darinya. "Maafkan aku Edward"
"Mengapa kau menyembunyikannya ?" tanya Rosalie dengan keras. Spontan aku langsung menatapnya dengan garang, begitu juga dengan Edward.
"Hei, jangan berteriak padanya" Jacob langsung mendatangi kami ketika mendengar suara Rosalie. Carlisle dan Esme juga berdiri dari kursi mereka. Rosalie menatap garang pada Jake.
"Maaf" kata Rosalie dengan angkuhnya. Rosalie langsung terdiam dan tak berkata apa - apa lagi. Aku terkejut melihatnya, Jake bisa menjinakkan singa betina ini, batinku. Aku menatap Edward dan dia kembali tersenyum padaku, senyum yang kurindukan. Aku membalasnya.
"Dan kau Edward, kau tidak marah kan?" tanyaku lagi.
"Tidak Bells, sama sekali tidak" jawab Edward . Kulirik Rosalie yang terlihat jengkel.
"Terima kasih Edward" kataku lalu mengecup pipi Edward, wajahku merah seketika. Malu, senang, sedih, bercampur jadi satu.

***

Always Be Yours Part 10

Edward

Gila ! batinku, Bella mencium pipiku. Aku tersenyum senang, tapi hanya senang karena itu. Karena kondisi Alice juga belum pasti. Yang membuatku sedikit kesal adalah perilaku Rosalie pada Bella tadi. Dia tidak berhak berbuat seperti itu. Dan Jacob, aku salut padanya. Rosalie memang pantas menerimanya, Jacob menegur Rosalie karena telah membentak Bella. Aku tidak tega membayangkan jika aku yang melakukannya, bukan Jacob. Carlisle dan Esme diminta menemui dokter yang memeriksa Alice tadi, dan sekarang Alice telah dipindahkan ke kamar rawat, dia disarankan untuk dirawat dirumah sakit. Aku, Bella, Rose dan Jacob masuk ke kamar Alice duluan. Dan kulihat Alice terbaring lemah disana. Alice, adik yang sangat kusayangi, yang membuat aku jatuh cinta pada Bella, mungkin kalau bukan karena dia yang mengusulkannya waktu itu, aku tak akan pernah mencintai Bella, dan melupakan Rosalie. Samar-samar kami mendengar gumaman Alice. Dengan cepat kami langsung mendekatinya.
"Alice, bagaimana keadaanmu?" tanyaku cemas.
"Edward" kata Alice pelan, aku hanya mengangguk, dia masih sangat lemah. "Kapan kau pulang?" tanyanya .
"Tadi Alice, kau baik-baik saja kan?" tanyaku lagi.
"Ya" jawabnya sama lemahnya. Dia tersenyum pada Rosalie. Senyum kecil.
"Hai Rose, kau ikut bersama Edward?" tanya Alice pada Rose.
"Ya Alice, aku mengahwatirkanmu" jawab Rosalie menggenggam tangan Alice.
"Terima kasih" jawab Alice singkat. Rosalie membalasnya dengan senyum lebar, senyum yang selalu ditunjukkannya padaku dulu.
"Hei Bells, Jake, jangan pasang muka cemas seperti itu" kata Alice sambil tersenyum. Jacob merampas genggaman tangan Rose dan kini dia yang menggenggam tangan Alice. Bella hanya tertawa kecil.
"Tidak Alice" jawab Jacob. "Kau lihat, aku tidak pasang muka cemas, tapi muka jelek" lanjut Jacob menghibur Alice. Aku salut padanya, orang seperti Jacob inilah yang dibutuhkan Alice saat ini. Alice tertawa kecil mendengarnya.

Carlisle memanggilku keluar ruang kamar rawat Alice untuk memberitahuku tentang kondisi Alice yang sebenarnya. Ketika aku melangkah ke luar ruangan , aku berpapasan dengan Esme. Wajahnya terlihat sangat sedih. Aku semakin penasaran dengan kondisi Alice yang sebenarnya.
"Mom, apa Mom baik-baik saja?" tanyaku.
"Ya, Mom baik-baik saja Edward, cepatlah keluar" jawab Mom parau. Aku hanya mengangguk dan melangkah keluar. Aku menoleh kebalakang, melihat Bella. Bella menatapku penuh harap dan, dan Rosalie juga menatapku. Ah, aku mendengus. Masa lalu dan masa sekarang, batinku.

Bella

Kami sedang berada di rumah Edward, hanya aku, Edward dan Rosalie. Esme menyarankan agar kami beristirahat. Aku sudah minta izin pada Charlie untuk pulang agak larut. Jacob tidak mau pulang, dia memilih tetap dirumah sakit. Dia sangat mencintai Alice. Aku penasaran dengan kondisi Alice yang sebenarnya. Kuberanikan diri untuk menanyakannya pada Edward
"Sebenarnya Alice sakit apa Edward?" tanyaku sambil menyiapkan teh untuk Edward dan Rosalie. Mereka tampak letih sekali. Edward yang tadi sedang duduk di meja makan menunggu teh ku bersama Rosalie langsung berdiri mendekatiku.
"Kau janji tak akan memberitahu Alice , Rosalie?" tanya Edward pada Rosalie.
"Ya Edward aku janji" jawab Rosalie yakin. Dia juga ingin tahu kondisi Alice yang sebenarnya.
"Aku juga janji" kataku sebelum Edward sempat bertanya.
"Baiklah, Alice menderita tumor otak" kata Edward murung.
"Tumor otak?" tanyaku tak percaya.
"Kau serius Edward?" tanya Rosalie juga.
"Yeah" jawab Edward singkat. Raut wajah tampannya sangat sedih.
Oh Tuhan, Alice menderita tumor otak. Kasihan sekali dia. Aku shock mendengarnya. Alice menderita tumor otak ? Berarti otomatis Alice sudah cukup lama merasakan sakitnya. Tapi mengapa dia diam saja ? Tidak pernah mengeluh. Bagaimana bisa dia terlihat ceria selama ini ? Kurasakan air mataku mengalir. Edward yang berada didekatku langsung memelukku.
"Tenanglah Bells" katanya menenangkanku. Aku tidak bisa tenang, aku terus menangis di pelukannya. Edward mengelus rambutku. Aku tak peduli dengan raut wajah cemburu ala Rosalie. Aku terus menangis.
"Lalu apa yang akan dilakukan dokter selanjutnya?" tanya Rosalie tidak sabaran. Edward melepaskan pelukannya.
"Alice akan segera dioperasi" jawab Edward parau. Rosalie hanya diam. Raut wajahnya juga sedih.

Malam ini Rosalie menginap dirumahku. Ternyata dia tidak terlalu menyebalkan. Dia menceritakan semua kenangannya bersama Edward dulu. Rosalie adalah cinta pertama Edward. Dan ternyata Alice juga sangat dekat dengan Rosalie. Saat mendengar Rosalie menceritakan yang indah-indah tentang masa lalu mereka, aku merasa sangat-sangat cemburu. Ingin sekali aku menyumpel telingaku ini. Tapi apa boleh buat, aku juga ingin tahu. Dia terus menceritakan semuanya. Karena terlalu penasaran, sampai-sampai aku tidak merasa ngantuk sedikit pun. Begitu juga dengan Rosalie, dia dengan antusias menceritakannya. Yang membuatku kasihan pada Rosalie adalah ternyata dia juga merasakan sakit seperti yang dirasakan Edward. Rosalie juga diselingkuhi oleh Emmet, lelaki yang lebih dipilihnya dari pada Edward.
"Aku bodoh sekali Bella" katanya dengan sangat menyesal. Aku bisa merasakannya, kasihan sekali Rosalie. Tapi aku tidak mau mengatakan 'kau harus mencoba mengambil hatinya kembali' , karena bukan itu yang ku mau. Aku tidak mau menjadi orang munafik.

Pagi ini kami semua sudah berkumpul dirumah sakit. Alice akan dioperasi hari ini. Aku tak pernah jauh dari Edward, dan aku juga tak mau jauh darinya. Sesekali aku menenangkan Jacob. Kasihan dia.
"Jake, kau tampak lelah sekali" kataku ketika melihat mata pandanya. Dia terlihat letih sekali.
"Tidak Bella" jawabnya. "Kau tahu, demi Alice aku tak pernah tidur sekalipun aku sanggup" lanjutnya lagi. Aku tersenyum. Sekilas aku melihat ke arah Edward dan Rosalie yang sedang mengobrol. Tapi aku tak mau berfikir yang tidak-tidak.
"Sudahlah Bells, jangan khawatirkan aku" katanya lagi. Aku kembali menoleh ke arah Jake. "Khawatirkan si singa betina itu" sambung Jacob lagi sambil nyengir dan melirik ke arah Edward dan Rosalie. Aku tertawa kecil.
"Dia tidak terlalu menyebalkan" kataku membela Alice.
"Oh yeah?" tanya Jacob meremehkan.
"Yeah, cobalah dekat dengannya" jawabku optimis.
"Akan kucoba jika dia berubah menjadi kucing betina" kata Jacob tersenyum jail.
"Dasar kau Jake" kataku sambil meninju bahu Jacob. Jacob lalu terdiam lagi. Aku mengelus bahunya.
"Tenanglah Jake, semua akan baik-baik saja, Alice perempuan yang kuat"

Fanfiction Twilight : Always Be Yours Part 1- 6

Diposting oleh Desy Amelia di 04.27 0 komentar
Bella

Aku hampir terlambat ke sekolah lagi, teman temanku pasti sudah menunggu pr yang ku kerjakan. Seperti biasa, mereka "mengcopy" pekerjaanku.
"Darimana saja kau Bella ? kenapa terlambat lagi shi ?" belum aku sempat mengatur nafas, Jess sudah mengomel.
"Hei ! maaf, trukku mogok" jawabku kesal . Jess memang tidak pernah menghargaiku.
"Sudah sudah, bisakah kita mengerjakannya sekarang ?" tanya Abigail tenang.
"Ini yang kalian butuhkan ? silahkan " kataku sambil mencampakkan buku tugasku ke meja mereka.

Aku duduk disebelah Abigail dan mulai berfikir bahawa aku orang yang payah, bisa bisanya aku terlambat lagi.  semua itu gara gara truk Chevy tuaku. Tapi selama ini Dad selalu ingin menggantinya dengan mobil yang layak, tapi selalu aku tolak, aku tak mau ada mobil yang akan menggantikan mobil Alm Angela, adikku. Truk ini menyimpan banyak kenanganku dengannya. Sekarang aku hanya bisa menaikinya tanpa bisa bersenda gurau lagi dengan Angela didalamnya. Angela, aku kangen padamu .

Hari ini hujan turun dengan derasnya, aku lebih memilih pulang dan langsung mengerjakan pr ku untuk besok , atau belajar bermain piano sendiri dirumah. Kulihat mobil Marcedes hitam terparkir didepan rumahku. Siapa tamu yang berkunjung siang siang dengan hujan yang deras begini ? tanyaku dalam hati.
"Hai, aku Carlisle, apakah kau putri Cherif Swan ?" tanya lelaki berambut pirang itu. Sepertinya dia sebaya dengan Dad.
"Ya, tapi Dad sedang tidak ada dirumah" jelasku tanpa lelaki itu perlu bertanya.
"Oh ya, maaf , bisakah kau meninggalkan pesan untuknya ?"
"Tentu" jawabku
"Bilang padanya bahwa Dr. Carlisle sudah pindah ke Forks dan ingin bertemu dengannya" kata lelaki itu. ah, ternyata dia seorang dokter, batinku.
"Oke" kataku . Dan lelaki itupun pamit untuk pulang.

"Dad, Dr.Carlisle mencarimu tadi " kataku ketika menyiapkan makan malam untuknya.
"Oh, tadi dia kesini ?"
"Ya, dan katanya dia sudah berada di Forks sekarang dan ingin bertemu dengan Dad"
"Wah, sudah ku duga dia pasti pindah juga kesini"
"Hmm" gumamku.

Edward

Kami sudah bosan tinggal di Los Angeles, kami ingin menikmati kota yang kecil, dan pilihan kami jatuh pada Forks, kota dengan curah hujan tertinggi di Amerika. Aku, adik perempuanku, Alice dan kedua orang tuaku, Carlisle dan Esme.
"Kita akan pindah kesana sesuai kemauanmu Edward, Dad punya teman lama disana, dan kita bisa tinggal di sebuah rumah tak jauh dari rumahnya" jelas Dad padaku
"Oke Dad"
"Dan disana juga ada gadis yang sebaya denganmu , dan dia sangat cantik" ungkap Dad tanpa basa basi.
"Oh, ayolah Dad, aku sedang tak ingin membicarakan perempuan sekarang" jawabku malas.
"Hmm, baiklah Edward" jawab Carlisle menyerah.
"Apa kau yakin tak ingin memicarakan tentang perempuan Edward ?" kudengar suara langkah Alice mendekati kami .
"Yeah" jawabku
"Oh ayolah Edward, jangan selalu bersikap seperti ini, tidak semua perempuan sama seperti Rosalie kau tahu" katanya sambil memegang bahuku.
Ah, tidak. Aku trauma dengan perempuan . Apalagi perempuan seperti Rosalie. Aku sudah sangat mencintainya, tapi apa yang dia berikan kepadaku ? Dia berselingkuh dengan Emmet, sehabatku sendiri. Aku benci Emmet, dia telah merebut Rosalie dariku ! Kurasakan tanganku mengepal keras , dan Alice menenangkanku.
"Sudahlah Edward, tidak perlu mengingatnya lagi. Sekarang kau hanya perlu membuka lembaran baru dan melupakan Rosalie"
Melupakan Rosalie ? Kurasa tidak mungkin. Aku masih sangat sangat mencintainya , betapapun besar kepedihan yang diberikannya kepadaku. Aku memang cowok yang bodoh. Kau bodoh Edward, bodoh !!

Always Be Your Part 2

Bella

Aku duduk dibangku kedua dari depan sendirian, didepan bangkuku Abigail dan Jess duduk sebangku. Bel berbunyi, dan Mr. Weber guru Bahasa Spanyol membawa seorang lelaki tinggi yang sangat tampan dengan rambut perunggu berantakan. Lelaki itu tersenyum kepada seisi kelas. Ah, senyum yang menawan. Apa ? Menawan ? Oh tidak Bella, kau tidak akan suka pada orang itu bukan ? Kubuang jauh jauh pikiranku itu. Tapi aku sadar, bangku disebelahku kosong,dan besar kemungkinan dia akan duduk disebelahku.
"Silahkan duduk Mr. Cullen , disebelah Miss. Swan." Mr. Weber mempersilahkan lelaki itu untuk duduk disebelahku.
"Terima kasih Mr. Webe.r" katanya dengan sopan
Selama pelajaran, aku hanya diam, tidak berani mengajaknya berkenalan, dan begitu juga dengan dia, dia hanya diam dan menyimak pelajaran Mr. Weber.

"Hai." seseorang menyapaku di kafetaria dan duduk tepat diseberang meja.
"Oh , hai. " jawabku , ternyata cowok tadi.
"Kenalkan aku Edward Cullen, kita belum berkenalan tadi, dan kau ?." tanyanya padaku
"Aku Bella Swan."
Sejenak dia diam, cukup lama memang. Kemudian dia kembali berbicara.
"Maukah kau menjadi temanku sekarang? Karna aku sama sekali belum punya teman disini kecuali adikku" katanya.
"Tentu" jawabku , "Siapa adikmu?"
"Namanya Alice Cullen, ntah diman dia sekarang, dia juga baru pindah seperti aku, hanya saja dia satu kelas dibawah kita" jawabnya sambil memutar mutar kepalanya mencari adiknya yang bernama Alice itu. "Nah, itu dia" katanya sambil melambaikan tangannya kepada seorang perempuan dengan rambut pendek runcing yang sangat cantik.
"Hai Edward." sapanya pada Edward, tapi matanya yang coklat itu tertuju padaku dan tersenyum . Senyum yang menawan juga .
"Siapa namamu ?" tanyanya padaku.
"Bella Swan." jawabku singkat sambil tersenyum
"Senang berkenalan dengan mu Bella"
"Aku juga"

Aku dan Alice menjadi teman baik sekarang, begitu juga dengan Edward. Ternyata mereka orang yang baik, setiap kali aku memerlukan mereka , mereka selalu ada untukku . Alice selalu terbuka padaku.  Aku sudah menganggap Alice sebagai adikku sendiri, menggantikan Angela, bukan menggantikan tepatnya, tapi menambah sosok Angela dihatiku. Suatu hari Alice menceritakan semua kejadian yang menimpa Edward padaku. Aku merasa kasihan pada Edward, tak seharusnya lelaki sebaik dia mendapat kepedihan seperti itu. 
"Kuharap kau dapat membantunya." kata Alice memecahkan lamunanku.
"Apa maksudmu Alice ?" tanyaku terkejut.
"Aku ingin kau menggantikan posisi Rosalie dihatinya" kata Alice sambil matanya menerawang jauh kearah jendela kelas.
"Apa ? " tanyaku semakin terkejut. "Oh Alice, itu tidak mungkin. "
"Kenapa tidak mungkin Bella ? Tidak ada orang yang melarang kan ?"
"Tapi -." belum sempat aku meneruskannya , Alice sudah mendahuluiku
"Kau bisa mencobanya Bella "
'kau bisa mencobanya Bella'. Apa benar aku bisa ? Jujur, aku sedikit tertarik padanya, tapi tak pernah sekalipun aku berfikir untuk masuk kedalam hatinya. Aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta.
"Oh Alice" kataku mendesah . "apa kau yakin ?"
"Aku sangat yakin Bells, ayolah Bells" katanya membujukku.

Edward

Bersahabat dengan Bella memang sangat menyenangkan . Kami bertiga, aku , Bella, dan Alice selalu bersama . Dan tiba tiba saja Alice mengusulkan sesuatu yang menurutku sangat konyol. Dia mengusulkan agar aku membuka hati untuk Bella, dia ingin aku pacaran dengan Bella.
"Edward, aku ingin kau bahagia" kata Alice tiba-tiba ketika kami sedang menonton televisi. Matanya jauh menerawang ke arah jendela.
"Aku juga sebaliknya Alice, aku juga ingin kau bahagia" jawabku. Jujur, aku terkejut ketika dia mengatakan itu. Kenapa ? Tiba-tiba?
"Berati kau dan aku sama sama ingin melihat satu sama lain bahagia bukan ? tanya Alice.
"Yup!"
"Kalau begitu, please, bukalah hatimu untuk Bella." Aku terkejut mendengarnya .
"Maksudmu ? Jangan Bercanda Alice."
"Tidak , aku tidak bercanda. Malah aku teramat serius."
Oh tidak. Apa ini ? Permintaan Alice sangat tidak masuk akal. Bella sahabatku. Mungkinkah aku dapat membuka hati untuknya ? Dan menggantikan posisi Rosalie ?
"Cobalah dulu Edward." kata Alice sambil merengek kepadaku.
Bella, dia perempuan yang baik. Ayahnya kepala polisi di Forks dan sahabat Dad. Keluarga kami juga sudah cukup dekat. Tapi, apa mungkin aku bisa mencintai Bella ? Dia sahabatku . Terlebih lagi aku masih memndam perasaanku pada Rosalie. Tidak. Aku tidak boleh mencintainya. Apa pendapatnya nanti ?  Tapi apa salahnya mencoba ? Alice benar, mengapa aku tidak mencobanya ?

***

Always be Yours Part 3

Bella

Aku duduk sendirian di depan rumah dan memikirkan apa yang dikatakan Alice tadi. 'Kau bisa mencobanya'. Apa yang akan kulakukan ? Apa aku harus mendekati Edward ? Tapi selama ini aku memang sudah dekat dengannya, sebagai sahabat. Dia juga tidak ada menunjukkan respon padaku. Aku harus mencoba , batinku dengan semangat.
"Hai Bells" sapa Edward membuyarkan lamunanku tentang dia .
"Eh, hai Edward" aku terkejut melihat dia ada disini.
"Sedang apa kau disini ?" tanyaku penasaran.
"Aku kebetulan lewat, dan kulihat kau melamun. Kau sangat cantik kalau melamun Bells." katanya memujiku.
"Benarkah?" tanyaku pura pura antusias.
"Yeah"
'Kau bisa mencobanya' ya aku bisa mencobanya. Demi Alice , dan mungkin demi Edward juga.
"Apa kau mau masuk ?" tanyaku padanya yang sedang mengibas ngibaskan rambut perunggunya yang basah.
"Boleh " jawabnya singkat.
Kami masuk ke dalam rumah dan aku segera membuatkan secangkir teh untuknya. Dan kami duduk bersebelahan dimeja makan.
"Minumlah dulu " kataku
"Ya, terima kasih Bells" jawabnya sambil tersenyum .
Aku berniat mengambil handuk yang ada di atas meja dan memberikannya pada Edward untuk mengeringkan rambutnya. Namun tiba tiba ada telapak tangan lain yang menyentuh tanganku . Tangan Edward. Aku terkejut, darah mengalir deras dalam tubuhku. Jantungku tiba tiba berdetak lebih cepat. Apa yang aku rasakan ? Tak pernah aku sedekat itu dengan Edward.
"Ups, maaf Bells" katanya sambil mengangkat lagi telapak tangannya .
"Ya, ini handukmu , keringkan dulu rambutmu." kataku agak gugup.
"Terima kasih ."

Kami kembali duduk di teras rumah sambil meminum teh. Mengobrol berdua dengannya. Jarang jarang aku mengobrol berdua dengannya. Biasanya kami selalu bertiga dengan Alice.
Hujan masih deras, dan angin bertiup. Udara terasa dingin sekali, dan dengan spontan aku mengelus ngelus lenganku, pertanda aku kedingninan.
"Kau kedinginan Bells" katanya
"Ya, sedikit" jawabku
"Ah, jacket ku tertinggal di mobil. " katanya.
Tiba tiba kurasakan tangan lembut menyentuh lenganku. Tangan Edward lagi. Edward memelukku erat sambil mengelus ngelus lenganku. Entah apa yang kurasakan lagi sekarang. Aku merasa seperti terbang . Aku membiarkannya.  Apa aku mulai merasakan jatuh cinta ? Aku merasa sedikit hangat sekarang. Ku letakkan kepalaku bahunya. Dan mataku sangat berat, beberapa menit kemudian akupun terlelap.

Edward

Aku senang bisa memeluknya erat seperti ini. Aku merasa hangat. Kurasakan kepalanya tidak bergerak di bahuku, ternyata dia tertidur. Ah, cantik sekali dia ketika sedang tidur. Aku merenggangkan pelukanku dan mengangkatnya ke kamarnya. Dia mengigau .
"Edward" desahnya. "Baiklah Alice baiklah" lanjutnya lagi.
Dia mengingau . Menyebut namaku dan Alice. Namun hanya itu yang keluar dari mulutnya. Setelah itu dia langsung tidur pulas. Aku menyelimutinya dan menatap wajahnya. Wajahnya yang cantik, putih pucat. Apa aku mulai mencintainya ? Ah, aku tak mau dulu memikirkan itu . Aku memutuskan untuk pulang .

"Edward." sebuah suara memanggilku . Suara itu . Suara Bella . Aku menoleh ke belakang dan mendapati Bella telah ngos-ngosan mengatur nafas.
"Terimah kasih ." katanya. nafasnya belum teratur. Aku hanya menatapnya. Menatap wajahnya. Aku menikmati itu.
"Hei." katanya sambil melambaikan tangannya tepat didepan wajahku.
"Ah." aku terkesiap . "Apa Bells ?" tanyaku.
"Terima kasih untuk yang semalam Edward." katanya. Kini nafasnya sudah tenang.
"Oh iya sma-sama Bells. " jawabku.

Kami berjalan ke kafetaria dan memesan makanan .
"Alice mana ?" tanyanya sembari mengunyah burger yang dipesannya tadi.
"Dia sedang sakit"
"Sakit apa ?" Bella terlihat agak terkejut.
"Sepertinya dia kecapekan. Dia kan sedang berlatih belajar balet" kataku, membayangkan betapa lincahnya Alice ketika sedang menari balet.
"Ah, aku akan kerumahmu nanti."
"Bersamaku ?" tanyaku spontan. Aku ingin bersama dengan dia lagi .
"Maaf Ed. Aku harus pulang kerumah dulu." katanya. Apa dia tak ingin pergi bersamaku ?
"Aku mampir kerumahmu." aku bersikeras.
"Tidak Edward, aku ada perlu nanti. Kita ketemu dirumahmu saja, oke"? katanya dengan nada sedikit perasaan bersalah.
"Oke." jawabku singkat. Ah, aku tak bisa memaksa Bella untuk selalu bersamaku tiap saat kan ?

***

Always Be Yours Part 4

Aku akan ke rumah Jacob, dia akan pulang hari ini, itu sebabnya aku menolak pergi ke rumah Edward bersamanya. Padahal sebenarnya aku ingin. Tapi aku harus menemui Jacob, aku rindu sekali padanya. Aku berjalan menuju rumah Jacob. Dia telah kembali sekarang. Jacob. Jacob sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Teman masa kecilku juga bersama Angela. Aku sempat kesal padanya karena setelah Angela meninggal dia mendapat beasiswa untuk kuliah di Phoenix, dan meninggalkan aku sendiri disini.
"Jakeee" teriakku ketika melihat dia membukakan pintunya . Aku langsung memeluknya . Aku rindu sekali padanya.
"Hai Bells. " katanya sambil mengangkat tubuhku . "Berat sekali kau sekarang " ejeknya .
Aku turun dari pelukannya . Dan menatapnya dengan mata yang ku sipit-sipitkan.
"Hei, jangan mengejek !"
"Oh haha Sorry Bells , aku rindu sekali padamu" katanya sambil mengucek ngucek rambutku.
"Aku juga Jake, bagaimana disana ?."
"Biasa saja . Tak seru jika tidak ada kau ." katanya sambil nyengir .
"Tak usah banyak cerita Jake, kau telah membuatku kesal dengan meninggalkanku dan kuliah di Phoniex. Apakau akan kembali ke sana lagi ? " tanyaku
"Tidak, aku akan tinggal disini" jawabnya. Membuatku senang.
"Oh Jake" kataku dan kembali memeluknya .

Aku tiba dirumah Alice dan Edward. Sebenarnya aku ingin mengajak Jacob, hanya saja dia masih harus menemui teman teman lamanya disini. Jadi aku hanya pergi sendiri. Kulihat Edward sedang bersama Alice dikamar Alice. Alice sedang berbaring dan Edward duduk di pinggiran tempat tidur. Ah, Edward memang kakak yang baik . Tidak heran jika Alice selalu ingin membuatnya bahagia.
"Hai Alice, bagaimana keadaanmu ?" tanyaku langsung dan duduk disebelah Edward.
"Aku baik baik saja Bells , hanya saja Edward terlalu menghawatirkanku." katanya melirik Edward dan aku pun melirik Edward juga.
"Hei apa aku salah ?." tanya Edward
"Oh tidak , kau kakak yang baik Edward. " kataku memujinya.

Edward

'Kau kakak yang baik Edward' Ya, aku kakak yang baik, dan Alice, dia juga adik yang baik . Aku masih tidak mengerti mengapa Alice menyuruhku membuka hati untuk Bella. Walaupun sebenarnya aku sudah mulai tertarik pada Bella. Ada getaran getaran lain ketika berada didekatnya. Apa yang sebenarnya Alice inginkan ? Aku menatap Bella lama, dia cantik, baik, selalu mementingkan kebahagiaan orang lain.
"Hei" kata Bella mengejutkanku. "Belakangan ini kau sering menatapku Edward" katanya sedikit curiga.
"Benarkah?" tanya Alice terkejut.
"Mungkin Alice" jawab Bella. Alice melihatku dan mengedipkan sebelah matanya padaku. Pertanda dia senang .
"Ah, perasaanmu saja Bells." jawabku, aku tak mau ini berlanjut. Alice akan mengungkit semuanya nanti.
"Hmm, Yeah, mungkin lagi" jawab Bella.
"Oke, aku mau ke bawah dulu, tadi Carlisle memanggilku" kataku. Syukurlah aku ingat bahwa Carlisle memanggilku tadi, ini bisa dijadikan alasan untuk menghindar.

Aku turun ke bawah dan menemui Carlisle disana. Dia akan memberi tahu sesuatu yang penting katanya.
"Edward, kau terpilih menjadi salah satu kontestan  untuk mengikuti lomba piano di Los Angeles" kata Carlisle
"Benarkah ? " tanyaku terkejut. Apa aku harus merasa gembira karena terpilih atau sedih karena harus meninggalkan Bella.
"Ya Edward, kau akan disana selama beberapa minggu."
"Aku tak menyangka bisa terpilih Dad." kataku .
"Kalau begitu, jangan sia siakan kesempatan emas ini Edward." kata Carlisle dengan semangat.
"Kapan aku berangkat Dad ?"
"Kira - kira lusa, karena kau juga harus berlatih disana."

Semalaman aku memikirkan apa yang harus kulakukan . Apa aku harus pergi ke LA selama beberapa minggu, atau tetap disini dan tidak meninggalkan Bella maupun Alice. Tapi ini kesempatan emas, sejak dulu aku menanti kesempatan ini. Aku memutuskan  untuk tetap pergi .  Aku berniat menjemput Bella pagi ini, sekalian ingin berpamitan dengannya. Apalagi belakangan ini truk Bella juga lebih sering mogok. Kasihan dia kalau harus terlambat terus. Ketika sampai di depan rumah Bella, kulihat dia telah bersiap siap untuk pergi .
"Hei Bells"
"Hai Edward, kau ? Pagi - pagi kesini ? Ada Apa ?" tanyanya. Pertanyaan bertubi-tubi.
"Hmm, aku ingin mengajakmu pergi sama Bella, apa kau mau ?" tanyaku. Jawab ya padaku Bella.
"Ya tentu saja Edward" jawab Bella. Dan membuat hatiku terlonjak senang.

Kami berjalan menuju mobil Volvoku. Hari ini cuaca cukup bersahabat. Tidak hujan.
"Bella, aku akan pergi ke LA untuk beberapa minggu." kataku ketika kami sampai didalam mobilku.
"Apa ?" tanya Bella terkejut . Mengapa dia terkejut ? Pikirku dalam hati.
"Ya Bells, aku dipilih menjadi salah satu kontestan dalam perlombaan piano disana." Bella hanya diam . Apa dia sedih ?
"Hanya beberapa minggu Bells." kataku melanjutkan.
"Ku harap kau pulang membawa piala Edward."  katanya, matanya menatap lurus ke arah jendela. Menyembunyikannya dariku.
"Aku janji Bells." kataku meyakinkannya. Dia tidak boleh sedih, aku harus mengehiburnya. Tapi apakah benar dia sedih ?  Aku tahu kapan dia sedih, gembira, berbohong. Dan kali ini aku yakin dia sedih.

***

Always Be Yours Part 5

Bella

Besok Edward akan pergi ke LA selama beberapa minggu. Aku cukup sedih mendengarnya, tapi aku tak bisa memaksanya untuk tinggal. Kata Alice, moment ini sangat  dinantikan oleh Edward. Dan aku tak tega melarangnya. Tapi siapa aku ? Aku bukan siapa - siapa . Aku juga tidak berhak melarangnya. Hanya saja aku pasti akan merindukannya. Inikah rasanya jatuh cinta ? Kau akan merasa kehilangan disaat dia tidak berada didekatmu. Aku pergi ke rumah Alice untuk menjenguknya.
"Besok Edward akan pergi Alice." kataku murung.
"Ya. Hanya beberapa minggu Bells, kau akan merindukannya ?" tanya Alice sedikit tersenyum.
"Hmm, pasti Alice."
"Kau mulai mencintainya Bella." kata Alice yakin. Dia mengenggam erat tanganku.
"Entahlah Alice, aku tak yakin." aku berbohong. Sekarang aku yakin, aku mencintai Edward. Perasaan yang selama ini kurasa tak mungkin akhirnya menjadi mungkin.
"Kau bohong Bells." Alice terdengar yakin dengan ucapannya. "Aku dan Edward tahu kapan kau berbohong atau tidak." lanjut Alice.Aku terdiam sebentar.
"Ya Alice, kau benar." kataku akhirnya. Kulihat Alice tersenyum lebar, wajahnya yang pucat karena sakit kini tampak sedikit cerah.
"Aku bahagia sekali Bells." katanya dan langsung memelukku. Kubalas pelukan itu.
"Apa kau ingin aku langsung memberi tahu Edward ?" tanya Alice dengan sangat antusias.
"Oh tidak Alice, jangan ." Wajahku tampak memohon kali ini.
"Baiklah Bells, baiklah." kata Alice. Hatiku sedikit tenang sekarang.

Malam ini aku tidak bisa tidur. Sudah jam 10 malam. Kubenamkan wajahku ke bantal, tapi tidak berhasil. Wajah Edward selalu membayangiku. Oh Bella, hanya beberapa minggu. Tapi beberapa minggu juga sudah cukup lama bagiku. Kudengar suara jendelaku terbuka. Aku terkejut. Ternyata Edward. Aku berteriak dalam hati.
"Maaf Bells, aku seperti pencuri ya ?" tanyanya sedikit berbisik. "Aku yakin Charlie takkan mengizinkanku masuk" lanjutnya.
"Yeah, mau apa kau kesini Edward ?" aku balik bertanya padanya. Untuk apa dia datang menyelinap ke kamarku malam - malam begini ?
"Aku ingin berpamitan denganmu Bells, disekolah tadi aku tidak melihatmu " kata Edward, ah aku tak mau mendengarnya. Aku tak mau berpisah dengannya.
"Bella, kau tidak sedih kan ?" tanyanya lagi. Aku hanya terdiam. "Aku hanya pergi sebentar Bells." lanjutnya lagi.
"Ya Edward, aku tidak sedih. Malah aku bahagia. Kau telah memimpikan ini sejak lama." terdengar nada muram dalam suaraku.
"Terima kasih Bells. Aku takkan lama, segera aku akan pulang membawa piala." katanya lalu mengecup keningku. Ini pertama kalinya Edward mencium keningku. Lalu dia meletakkan tangannya di wajahku dan mencium bibirku dengan lembut. Jantungku berhenti berdetak sekarang. Dia melepaskan cuimannya dan langsung lompat dari jendela lalu pergi. Ah, dasar kau Edward. Tidak sopan. Sempat terbekas rasa kesal dihatiku namun ketika mengingat ciuman tadi, aku kembali tersenyum.

Edward

Aku sudah berpamitan dengan Bella . Ya walaupun sedikit tidak sopan dengan mencuri ciumannya. Apa dia kesal padaku ? Ku putuskan untuk menelponnya sebelum berangkat ke LA. Semoga dia tidak marah.
"Halo Edward." suara Bella dari seberang telepon.
"Halo Bells, aku mau berpamitan sekali kagi denganmu." kataku .
"Bukankah semalam sudah Edward ? " tanyanya lagi. Syukurlah tidak terdengar nada marah dalam suaranya.
"Kau tidak marah kan Bells ?" Jawab tidak bella, please.
"Karena apa Edward ?" dia balik bertanya.
"Hmm, aku menciummu." kataku dengan hati hati. Kudengar suara Bella tertawa.
"Kau tidak marah Bells ? " tanyaku lagi.
"Tidak Edward, tidak." Oh Bella.
"Terima kasih Bells, tunggu aku ya ." kataku sambil tersenyum.
"Yeah Edward. Selalu." Jawaban yang membuatku bersorak gembira dalam hati.

Mungkin aku dan Bella sudah saling mencintai sekarang . Aku tidak mau memberi tahu Alice, dia pasti heboh. Sebaiknya ini kujadikan kejutan buat dia. Dan pulang dari LA nanti aku akan menyatakan perasaanku pada Bella. Harus . Dia tidak marah padaku . Bella, tunggu aku pulang. Aku mengirimkan pesan sms padanya "BELLA, TUNGGU AKU, AKU AKAN MERINDUKANMU" . Ah, mungkin ini sedikit berlebihan, tapi tak apalah. Setidaknya bisa sedikit mewakilkan perasaanku padanya.

Bella

Ah, Edward . Ada ada saja tingkahnya . Dia menelponku sebelum berangkat ke LA dan mengirimkanku sms, "BELLA , TUNGGU AKU, AKU AKAN MERINDUKANMU" . Aku tersenyum sendiri membacanya. Sudah 3 hari Edward pergi, pesan ini dan kejadian malam itu lha yang mengurangi sedikit kerinduanku padanya. Alice juga belum masuk hari ini. Sudah seminggu dia belum sembuh juga. Aku akan menjenguknya nanti bersama Jacob, dan akan mengenalkan mereka.
Kuputuskan untuk menelpon Jacob.
"Halo Jake, kau dimana sekarang?" tanyaku
"Aku dirumah Bells, ada apa ?"
"Aku ingin mengajakmu kerumah temanku, Alice. Aku akan menjemputmu sekarang, oke ?" jelasku padanya.
"Oke Bells." aku langsung menutup telpon dan ada sms masuk lagi. Ah Edward lagi. "BELLA, KAU MERINDUKANKU ?"

***

Always Be Yours Part 6

Bella

Aku kerumah Alice bersama Jacob malam ini. Kulihat Alice masih terbaring ditempat tidur, dan Esme sedang merapikan kamar Alice.
"Hai Bella" sapa Esme ketika melihat aku memasuki kamar Alice. Kulihat Alice langsung bangkit duduk. Mungkin dia bertanya dalam hati siapa yang kubawa kerumahnya .
"Hai Esme, hai Alice" sapaku pada mereka. Alice masih saja melihat ke arah Jacob. "Kenalkan ini Jacob" lanjutku.
"Hai Esme, Alice" sapa Jacob pada mereka. Menunjukkan senyum manisnya pada mereka. Alice dan Esme pun balas tersenyum pada Jacob.
"Jacob adalah sahabatku, dia baru pulang dari Phoniex" jelasku pada mereka.
"Senang bertemu denganmu Jacob" kata Esme sambil tersenyum . "Oke, karna ada tamu disini, Mom akan buatkan makanan spesial untuk kalian" lanjut Esme lagi .
"Thanks Mom" kata Alice. Lalu dia melihat ke arah Jacob sambil tersenyum . Senyum yang manis, pasti Jacob suka, pikirku dalam hati. Kurasakan bahu Jacob menyentak bahuku.
"Kenapa ?" tanyaku pada Jacob.
"Mana yang namanya Edward ?" tanyanya padaku sambil berbisik . Ya, aku pernah bercerita padanya tentang Edward, tapi aku lupa memberitahu dia bahwa Edward sedang pergi ke LA. Alice masih menatap kami dengan sorot wajah bingung .
"Dia sedang pergi ke LA" jawabku sambil berbisik juga.
"Oh" kata Jake singkat. 'yeah, dan aku merindukannya sekarang' batinku.
"Kalian membisikkan apa ?" tanya Alice tiba - tiba.
"Hmm, tidak Alice" jawabku. Alice hanya mengangguk.
"Bagaimana keadaanmu ?" tanyaku pada Alice, kelihatannya dia belum baikan juga.
"Baik kok, Mom, Dad dan Edward terlalu memanjakanku Bells" jawabnya. Wajahnya cemberut, tapi tetap cantik. Kudengar Jacob tertawa. Otomatis aku dan Alice manatapnya.
"Ada apa ?" tanya Alice, suaranya gugup.
"Tidak" jawab Jacob singkat. Lalu berhenti tertawa. Wajah Alice kembali cemberut, dan aku menatap garang Jacob. Jacob hanya membalasnya dengan senyuman yang manis.

Esme sudah siap menyiapkan makan malam, dia memanggil kami ke ruang makan. Alice juga ikut, hanya saja dia perlu dipapah oleh Jacob. Dia tidak mau makan di kamar. Tidak sopan katanya. Aku mulai memikirkan penyakit Alice, mengapa dia belum sembuh juga ?
"Terima kasih" kata Alice malu malu pada Jake. Jake membalasnya dengan senyuman. Hobi sekali dia memamerkan senyumya, pikirku.
"Ya, hati hati, jangan sampai kau terjatuh" jawab Jake.
"Kau baik sekali Jacob" kata Esme sambil mempersilahkan kami duduk.
"Terima kasih Esme, sudah sepantasnya aku memapah Alice kesini" jawab Jacob. Alice terlihat senyum mendengarnya.
Kami makan malam bersama, dan membicarakan soal Edward sedikit. Tentang keinginannya mengikuti lomba di LA itu. Tak terasa, sudah hampir jam 10 malam. Aku harus pulang, bisa bisa Charlie mencariku. Aku dan Jake pun berpamitan pada Esme dan Alice,
"Kami harus pulang" kataku ."Terima kasih makan malamnya Esme" lanjutku sambil tersenyum. Begitu juga Jake, dia tersenyum sekali lagi, Jake memamerkan senyum indahnya pada mereka. Terutama Alice. Dasar kau Jake ! batinku.

"Mengapa kau selalu memamerkan senyummu pada Alice?" tanyaku curiga ketika kami di dalam mobil.
"Kau cemburu ya ?" Jacob balas bertanya padaku. Cemburu ? Ya jelas tidak. Jacob sudah seperti kakakku, jadi tidak perlu cemburu. Lain halnya dengan Edward.
"Tidak Jake, hanya saja kau terlihat aneh" kataku.
"Haruskah ku beritahu Bells ?" ah, selalu saja Jake bertanya balik padaku.
"Ya jelas harus. Cepat jawab Jake" paksaku padanya. Lagi lagi dia hanya memamerkan senyumnya.
"Apa Alice sudah punya pacar?" tanya Jake. Aku terkejut. Apa ? Ya, aku sudah tau jawaban Jake. Oh Jake dan Alice, aku tersenyum membayangkannya.

Edward

Alice meneleponku tadi pagi, dia memberi tahuku bahwa Bella datang bersama seorang lelaki. Awalnya Alice mengira itu pacar Bella, tapi ternyata itu sahabat sekaligus kakak Bella. Aku lega mendengarnya, hanya saja aku terkejut ketika Alice bilang bahwa senyum pria itu manis sekali. Oh, Alice ! Dan malam ini aku memutuskan untuk menelepon Bella, ingin mendengar suaranya, juga tawanya. Dering ke 2 Bella sudah mengangkat teleponnya,
"Halo Bella" .
"Hei Edward" jawabnya . Suaranya, aku rindu suaranya.
"Apa kabarmu ?" tanyaku. "Kau masih menungguku bukan?" lanjutku. Bella tertawa.
"Aku bingung Edward" jawabnya. Bingung ? Bingung kenapa ?
"Bingung ?" tanyaku. Bella tidak tertawa lagi. Dia bingung kenapa ? tanyaku dalam hati. Aku penasaran sekarang.
"Ya" jawabnya singkat. Bella, aku gila !
"Tapi kenapa Bells?" tanyaku lagi.
"Aku bingung Ed, mengapa kau menanyakan itu padaku ?" tanyanya. Kini aku yang tertawa, tapi dia hanya diam. Oh Bella !
"Nanti kuberitahu Bells" jawabku. Iya, nanti ketika aku pulang. Kuberitahu tentang semua rasa ini padamu Bells, batinku.
"Yeah Edward, kau semakin membuatku bingung" katanya lagi.
"Sudahkah Bells, tak usah kau pikirkan" kataku sambil menahan tawa. "Kau mau menjawab pertanyaanku tadi tidak ?" tanyaku padanya, nada suaraku sedikit memaksa.
"Tidak" jawab Bella spontan . "Tidak, sebelum kau memberi tahuku mengapa kau menanyakan itu" lanjutnya lagi. Kali ini nada suaranya sedikit kesal. Aku hampir tertawa mendengarnya, hanya saja aku menahannya. Bisa bisa dia makin kesal padaku.
"Yasudah Ed, kau tidak mau memberitahuku, aku mau tidur dulu" katanya kesal.
"Oke Bells, selamat tidur, kutunggu jawabanmu" kataku lagi sambil tersenyum.
"Yeah" jawab Bella singkat. Lalu menutup teleponnya. Maaf Bells, sekarang bukan saat yang tepat. Ku putuskan untuk mengirim pesan sms padanya. Semoga dia tersenyum mebacanya. "BELLA, AKU AKAN DATANG KE MIMPIMU".

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Someday In London Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos