Love and Secret

When it turns out anything about blogging, I'm sixteen years old :')

Sabtu, 04 Agustus 2012

Fanfiction Twilight : Always Be Yours Part 10 - 15 (End)

Diposting oleh Desy Amelia di 05.28
Always Be Yours Part 11

Edward

Kulihat Bella mendatangi Jacob yang terlihat sangat cemas di dinding dekat pintu ruang operasi Alice. Jacob selalu mengasingkan diri disana, tak pernah beranjak dari sana. Seberapa besar cintanya pada Alice adikku ? Sampai dia rela melakukan apa saja. Baiklah aku akan berbicara dengannya nanti. Aku juga akan berterima kasih padanya karena telah menjaga Alice, ucapan terima kasih waktu itu sama sekali belum cukup. Tapi sekarang Alice sedang dioperasi, mungkin kekuatan cinta mereka akan menguatkan Alice, aku yakin itu. Aku yakin akan cinta. Cinta yang menguatkan seseorang. Ketika cintaku pada Bella menguatkanku mengikuti lomba piano itu. Ketika cintaku pada Bella yang mendorongku untuk terus disampingnya dan menenangkannya, dan begitu juga dengan Bella , dia selalu disampingku dan menenangkanku. Tapi apa Bella mencintaiku ? Keadaan sekarang tidak memungkinkanku untuk menyatakan perasaanku pada Bella. Dulu aku menyayangi Bella dan kini aku mencintainya.
"Tenanglah Edward, wajahmu murung sekali" suara Rosalie tiba-tiba mengejutkanku.
"Apakah wajahku terlihat sangat murung ?" tanyaku .
"Yeah, kau cemburu ya melihat Jacob dan Bella ?' tanyanya serius. Cemburu ? Oh ku kira dia melihat wajahku murung karena kecemasanku akan kondisi Alice. Tapi ternyata aku salah. Aku ingin tertawa mendengarnya.
"Tidak" jawabku singkat tapi jelas. Jelas aku tidak cemburu pada mereka. Jacob mencintai Alice, dan Bella, Bella mengaku bahwa Jacob sudah seperti kakak baginya. Jadi untuk apa aku cemburu ? "Kau salah Rosalie" lanjutku. Kulirik Rosalie, dia hanya mengangguk malu.

Bella

Setelah aku merasa Jake cukup tenang, aku kembali lagi ke tempat dudukku bersama Edward tadi, disebelah kanan Edward. Edward menoleh ke arahku dan tersenyum kecil. Aku balas tersenyum, dan dia menggenggam tanganku. Oh Tuhan, disaat seperti inipun aku masih merasa gugup jika Edward memperlakukanku seperti ini. Semenjak dia pulang dari LA, dia selalu ada disampingku. Memelukku, menenangkanku, mengusap air mataku, hingga menggenggam tanganku. Apa itu hanya karena Alice sakit ? Atau dia merasakan hal sama dengan yang kurasakan ? Aku tak mau memikirkannya terlalu jauh. Ku balas genggaman tangan Edward.
"Lelaki itu kekasih Alice ?" tanya Rosalie tiba-tiba . Pandangannya mengarah ke Jake. Rosalie duduk disebelah kiri Edward.
"Belum" jawabku singkat. yeah, mereka belum resmi berpacaran, Jake gerakannya sangat lambat.
"Mereka belum berpacaran ?" tanya Rosalie terkejut.
"Ya, Jake sangat lambat" gumamku.
"Sepertinya Jacob lelaki yang baik" kata Edward sambil melirik ke arah Jake.
"Bukan sepertinya, tapi ya Edward" jawabku. Kata-kataku hapir sama dengan kata-kata Edward waktu itu. Edward hanya mengangguk. Dia pasti setuju dengan pernyataanku barusan.
"Dia terlihat cemas sekali, kalian lihat matanya itu ?" tanya Rosalie.
"Ya, apapun dilakukannya untuk Alice" jawabku .
"Alice perempuan yang beruntung" kata Rosalie tersenyum sendiri. Kulihat Edward melirik ke arah Rosalie. Apa yang dipikirkan Edward ? Aku menatap Edward penasaran. Lalu Edward kembali menoleh ke arahku lalu tersenyum kecil. Apa yang dipikirkannya ?

Syukurlah, operasi Alice berjalan dengan lancar. Dia selamat . Kami senang sekali. Tapi Alice harus dirawat lagi, untuk memulihkan kondisinya. Semua tersenyum sekarang, wajah-wajah cemas kini berubah menjadi senyum merekah, terlebih lagi Jake. Kini dia kembali lagi memamerkan senyum indahnya, setelah belakangan ini aku tak pernah lagi melihatnya. Kami semua berkumpul dikamar rawat Alice, menunggu Alice siuman.
"Kalian pulanglah dulu" kata Esme pada kami. Aku, Edward, Jake, dan Rosalie. "Kalian terlihat lelah" lanjutnya lagi.
"Tidak Mom, Mom saja yang pulang" jawab Edward meyakinkan Esme.
"Tidak Edward, kau lihat Bella, dia satu harian disini, dia lelah sekali" kata Esme tersenyum padaku. Edward menoleh ke arahku .
"Mom dan Dad pulang saja" ulang Edward. Lalu menoleh ke Rosalie. "Kau juga Rose" lanjutnya lagi.
"Aku ?" tanya Rosalie. "Tidak, aku masih ingin disini"
"Baiklah, aku dan Bella yang akan pulang" kata Edward menyerah. "Kita pulang Bella?" tanya Edward padaku. Aku berfikir sejenak, aku belum ingin pulang. Tapi ini sudah malam, dan aku pergi sejak pagi tadi. Charlie pasti menungguku dirumah.
"Baiklah" jawabku. "Kau tidak ikut Jake?" tanyaku pada Jake .
"Tidak Bells, kalian saja. Aku akan pulang nanti" jawab Jake. Baiklah, hanya aku dan Edward yang pulang.Wajah Rosalie terlihat sedikit kesal. Kali ini dia tidak ikut dengan kami, biasanya dia selalu ikut kemanapun Edward pergi. Mungkin dia fikir Esme dan Calisle yang akan pulang. Kau salah Rosalie, batinku.
"Kabarkan kami tentang kondisi Alice" kataku sebelum aku dan Edward meninggalkan kamar rawat Alice.

Kami masuk ke dalam Volvo Edward, belum sempat Edward menyalahkannya, tiba-tiba terdengar suara cacing diperut Edward 'bernyanyi', ya seperti itulah istilahnya. Kami terdiam, saling tatap lalu tertawa kecil.
"Kau kelaparan Ed" kataku masih tertawa. Edward memutar bola matanya dan mengangguk kecil . Lalu menjalankan Volvonya.
"Bagaimana kalau kita makan malam dulu?" tanya Edward melirik ke arahku.
"Hmm," aku berfikir sejenak. Charlie menungguku, tapi pasti dia menungguku sambil menonton pertadingan Baseball. Jadi dia pasti fokus pada pertandingan itu. Dan tidak terlalu menghawatirkannku, lagi pula dia sudah tahu tujuanku satu hari ini. Edward kembali melirik ke arahku.
"Lihat ke jalan Edward" tegurku padanya. Dia tertawa.
"Bagaimana tawaranku ?" tanya Edward. Matanya menatap ke jalan .
"Baiklah, ku terima" jawabku sambil mengangguk.
"Kita ke cafe La Bella Italia" kata Edward melirikku lagi.
"Itu cafe favorit kita" jawabku spontan lalu tersenyum senang. Dan tanpa kusadari aku memposisikan tubuhku mengahadap ke Edward. Edward tidak lagi melirik, tapi menoleh ke arahku.
"Hei, lihat ke jalan Edward" tegurku tegas. Dia tertawa lalu menoleh ke jalan lagi. Aku tertawa melihat tingkahnya itu.  Yeah, kami akan ke cafe La Bella Itali. Itu cafe favorit aku, Edward, dan Alice. Sudah lama kami tidak ke sana. Tapi kali ini tidak ada Alice, hanya aku dan Edward.

Edward memesan tempat yang sering kami tempati. Lalu mempersilahkanku duduk. Pelayan disini juga sudah mengenal kami.
"Silahkan duduk Tuan Putri" katanya tersenyum padaku. Aku mengangguk tersenyum malu.
"Andai ada Alice disini" kataku ketika dia akan duduk.
"Tenanglah Bells, nanti pasti kita kesini lagi bersama-sama. Kau, aku, Alice, dan mungkin juga Jacob" kata Edward lalu mengenggam tanganku. Aku tersenyum.
"Rosalie?" tanyaku padanya. Dia melepaskan genggaman tangannya. Kenapa ?  Apa aku salah bertanya ? Wajahku pasti sangat bingung sekarang. Sedangkan wajah Edward, cukup tenang. Tapi dia tidak menjawab pertanyaanku. Baiklah, aku membiarkannya. Tiba-tiba hp Edward bunyi.
"Ya Calisle" jawab Edward. Calisle yang menghubunginya.
"Benarkah?" tanya Edward tak percaya. Apa yang dikatakan Carlisle . Alice sudah siuman ? Aku tersenyum melihat ekspresi Edward.
"Baiklah" kata Edward lalu menutup teleponnya.
"Alice sudah siuman ?" tanyaku penasaran pada Edward.
"Ya Bella" jawab Edward tersenyum . "Dan kau tahu?" lanjutnya lagi .
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Ada satu kabar bagus lagi" jawab Edward masih tersenyum . Kabar bagus apa lagi ? Aku benar-benar penasaran . Apa Jake langsung menyatakan perasaannya ketika Alice siuman ? Ah, tapi itu tidak mungkin. Aku menggelengkan kepala memikirkannya.
"Apa Edward?" tanyaku semakin pensaran.
"Bella" katanya kembali menggenggam tanganku. "Aku lolos ke final dalam lomba pianoku Bella" jawabnya semangat. Syukurlah, dia lolos ke final, ini kabar gembira. Aku senang sekali. Tapi, itu berarti Edward akan kembali ke LA ? Berapa lama ? Oh Tuhan, ini juga kabar buruk.
"Oh ya?" tanyaku pura-pura terkejut. "Dan kau akan kembali ke LA?" tanyaku. Edward pasti menjawab ya, dan meninggalkanku lagi. Tidak ada kata 'ya' yang keluar dari mulutnya. Tapi dia mengangguk dengan semangat. Baiklah, Edward akan meninggalkanku lagi, batinku murung.

***

Always Be Yours Part 12

Edward

Tak kusangka ternyata aku lolos ke final, itu sangat mengejutkanku. Hanya 3 kontestan yang terpilih dan aku salah satunya. Itu membuatku sangat senang , tapi bagaimana dengan Bella ? Aku harus meninggalkannya lagi, dan besok aku harus berangkat secepatnya. Bagaimana dengan rencanaku untuk menyatakan perasaanku padanya ? Kenapa tidak malam ini saja aku menyatakannya ? Tapi, Bella sudah kuantar kerumahnya. apa melalui telepon ?  Ah, sama sekali tidak gentle. Kemungkinan aku hanya seminggu disana, dan aku yakin Bella pasti sabar menunggu. Kekuatan cinta, yeah itulah kuncinya.

"Alice, kau bisa membantuku?" tanyaku pada Alice yang sudah siuman tadi malam. Hebat, dia begitu kuat. Tapi, pagi ini aku harus berangkat ke LA lagi.
"Ya Edward, apa ?" tanyanya semangat. Tampaknya Alice ingin sekali bangkit dari tempat tidurnya .
"Aku ingin memberi kejutan pada Bella" kataku sambil memutar-mutar bola mataku.
"Waw, ide bagus" kata Alice tersenyum. "Apa itu ?" Alice tampak tidak sabaran.
""Baiklah, begini aku ingin kau membawanya ke perlombaanku nanti, oke ?" jelasku pada Alice.
"Imbalannya?" tanya Alice tersenyum . Dasar Alice.
"Kau mau apa?"
"Kapan kau resmi berpacaran dengannya?" Alice balik bertanya padaku.
"Kalau kau melakukan tugasmu dengan benar, semua bisa diatur" jawabku enteng.
"Hmm, baiklah. Serahkan saja padaku" jawabnya sambil terkekeh kecil.
"Terima kasih Alice, kau memang adik yang baik" kataku lalu menundukkan kepalaku unuk mengecup keningnya. Dia tersenyum.
"Kau juga" jawabnya. Aku mendengar suara langkah kaki menuju ruang rawat Alice, pasti Bella dan Jacob. Akhirnya Jacob pulang semalam, setelah Alice membujuknya untuk pulang.
"Hai Alice" sapa Jacob sejurus kemudian.
"Hai Jake, Bells" sapa Alice pada meraka. Aku menoleh ke arah Bella dan tersenyum padanya. Dia balas tersenyum padaku. Tapi senyum pagi ini berbeda, tidak seperti biasanya. Bukan senyum Bella.
"Bagaimana keadaanmu Alice?" tanya Bella pada Alice sambil duduk di atas tempat tidur Alice.
"Aku baik Bells, kau lihat" jawab Alice sambil menunjuk tubuhnya yang terbungkus selimut tebal itu. Bella hanya mengangguk dan tersenyum .
"Kemana Rosalie?" tanya Bella setelah menyadari bahwa Rosalie tidak ada disini.
"Dia sedang sarapan dengan Mom dan Dad" jawab Alice. Anak ini tak pernah mau berhenti berbicara, padahal kondisinya belum cukup kuat. Tapi memang bukan Alice namanya kalau hanya bisa terkulai lemas.
"Oh" jawab Bella singkat.
"Kau tidur larut ya Bells?" tanyaku lalu mendekatinya dan menunjuk ke arah kelopak matanya.
"Apa?" tanya Bella lagi, sepertinya dia melamun tadi.
"Kau tidur larut?" ulangku . Kusentuh kelopak matanya dengan jari telunjukku.
"Oh" jawab Bella lalu mengangguk pelan. Aku mendesah.

Aku telah berpamitan pada Alice dan memberitahu tugas untuknya. Kejutan untuk Bella. Alice tidak bisa ikut mengantarkanku ke bandara. Dia masih belum kuat, dan Jacob , dia selalu setia disamping Alice.
"Seisi sekolah tak ada yang menanyakanku Bells?" tanyaku memecahkan keheningan di Volvoku. Kami sedang dalam perjalanan ke bandara. Bella yang duduk di bangku depan terlihat diam saja dari tadi. Aku jadi bingung, apa yang terjadi padanya ? Apa dia sedih karena aku akan kembali ke LA ?
"Tidak" jawabannya juga singkat. Kulirik Rosalie yang duduk di bangku penumpang belakang. Wajahnya juga sama dengan Bella, tak ada senyum sedikitpun.
"Kalau Alice?" tanyaku lagi.
"Sama" jawab Bella sesingkat tadi. Oh, ada apa dengan Bella. Aku jadi ingin tahu, ada apa sebenarnya dengan Bella. Tapi sekarang bukan saat dan tempat yang tepat untuk menanyakannya. Ada Rosalie disini.

Aku masih bertanya-tanya ada apa dengan Bella. Baiklah, aku harus menanyakannya. Bagaimanapun caranya. Ketika bandara sedang ramai, Esme dan Carlisle duduk di kursi tunggu penumpang bersama Rosalie. Sebelum mereka melihat, kutarik tangan Bella. Dan kami menuju ke suatu temapt, aku tak tau diruangan apa ini. Sepertinya ini lorong yang mengarah ke kamar mandi. Disini sunyi. Baiklah, tempat yang pas.
"Hei, ada apa Edward ? Mengapa kau menarikku kesini?" tanya Bella dengan keras.
"Tak apa Bells, tenanglah" kataku menenangkannya. Kami berdiri berhadapan , tempat ini sangat terang, tapi sunyi.
"Kau kenapa Bells?" tanyaku langsung pada pokok permasalahan. "Aku tak akan bisa pergi jika kau bersikap seperti ini" lanjutku lagi. Aku menyenderkan badanku ke didinding. Bella hanya berdiri kaku.
"Aku? Aku kenapa?" dia balik bertanya.
"Yeah, mengapa kau diam saja dari tadi?, sikapmu berbeda" tanyaku lagi lalu mendekatinya. Bella, wajahnya tampak sedih. Kutatap wajanya, dan betapa terkejutnya aku melihat air mata membasahi pipinya.
"Bella, kau menangis?" tanyaku lalu mengusap air matanya. Secepat kilat Bella langsung memelukku, kubalas pelukan itu. Berarti Bella sedih akan kepergianku lagi. Aku sungguh tidak tega melihatnya menangis. Ku elus rambutnya lalu mengecupnya. Aku tak mau melepaskan pelukan ini. Biarlah dia menumpahkan semuanya padaku, dipelukanku dan kerana aku. Tak lama kemudian, dia melepaskan pelukannya, dan menatapku. Kuhapus lagi air matanya yang tadi sempat membasahi pipinya yang seputih salju itu.
"Kau sudah tenangan Bells?" tanyaku. Dia hanya mengangguk.
"Baiklah, aku tahu alasanmu" kataku dengan rasa bersalah. "Aku tidak seharusnya per-" Bella menempelkan jari telunjuknya dibibirku.
"Tidak Edward, kau harus pergi" katanya sambil tersenyum .
"Tapi Bells-"
"Sudahlah Edward, akan lebih parah jika kau tak jadi pergi ke LA" katanya terkekeh kecil . Dia tertawa.
"Kau yakin?" tanyaku. Dia mengangguk dengan cepat.
"Baiklah" lanjutku lalu tersenyum . Menariknya kembali kepelukanku. Sepertinya kami tidak menyadari ada juga orang yang lewat di sini. Ah tapi aku tak peduli. Kupeluk Bella dengan erat lagi. "Aku mencintaimu Bells" bisikku lembut padanya.
"Apa?" tanyanya ingin melepaskan pelukanku. Tapi tak kubiarkan, aku terus memeluknya dengan erat.
"Aku ti dak bi sa bernapas Edward" katanya terpengap-pengap. Otomatis kulepaskan pelukan itu. Aku baru sadar, aku menyakitinya.
"Maaf Bells" kataku merasa bersalah.
"Yeah, tidak apa-apa Edward" katanya sambil mengatur napas. Aku terkekeh melihatnya.
"Tadi kau bilang apa?" tanyanya penasaran.
"Yang mana?" aku balik bertanya, pura-pura tidak tahu. Padahal aku yakin Bella pasti menanyakan kata-kataku barusan.
"Ketika kau memelukku tadi" jawabnya yakin. Aku memutar bola mataku, pura-pura berfikir. Apa aku menyatakannya sekarang ? Ah, jangan dulu. Aku sudah menyiapkan kejutan untuknya, dan melibatkan Alice. Kejutan itu tidak boleh dibatalkan.
"Apa yang kau dengar ?" tanyaku. Wajah Bella tampak kesal, aku terkekeh lagi.
"Sudahlah Edward, tidak perlu kau jawab" katanya kesal. Wajahnya lucu sekali.
"Kau yakin?" tanyaku menggodanya. Bella hanya mengangguk sekali. Aku menunduk dan mendekatkan wajahku ke wajahnya. Bella hanya diam dan menatapku dalam. Wajah kamu kini hanya beberapa sentimeter. Baiklah, kulihat dia memejamkan matanya. Kupejamkan juga mataku, dan mendekatkan lagi wajahku ke wajahnya. Tiba-tiba kudengar seseorang berdeham dengan keras. Aku terkejut, begitu juga dengan Bella. Dengan spontan kami menjauh satu sama lain. Oh sial ! Seorang kakek-kakek sedang berdiri diseberang lorong memakai jas dan celana kuning muda. Kakek itu menatap ke arah kami dan tersenyum lalu pergi. Aku menoleh ke Bella yang sedang menunduk malu.
"Dia sudah pergi Bells" kataku pada Bella. Bella mengangkat wajahnya, dan betapa terkejutnya aku. Wajahnya semerah tomat .

***

Alaways Be Yours Part 13

Bella

Edward sudah pergi lagi ke LA, dan kejadian di bandara itu benar-benar membuatku malu. Ingin rasanya aku menutupi wajahku dengan apa saja. Bagaimana bisa aku hanya terdiam dan menutup mata ketika Edward berusaha menciumku ? Menciumku ? Heh, kau terlalu percaya diri Bella. Baiklah, apapun itu, setidaknya itu membuatku benar-benar malu. Setelah pesawat yang ditumpangi Edward lepas landas, aku dan Esme memutuskan untuk pulang. Esme pulang ke rumah untuk membawakan makanan favorite Alice yang dipesannya tadi pagi. Dan aku, aku memutuskan untuk singgah dulu ke rumah sakit.
"Hei Bells, mereka sudah pergi?" tanya Alice ketika melihatku membuka pintu memasuki kamar rawatnya. Kulihat Jake sedang duduk disebelah Alice sambil membaca majalah. Jake membaca majalah ? Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Alice . Lalu duduk disebelah tempat tidur Alice, diseberang Jake.
"Sudahlah Bells, baru beberapa menit, heh ?" kata Jake mengejekku.
"Diamlah Jake" kataku pada Jake yang seketika itu juga langsung tersenyum-senyum sendiri.
"Jakeee" ucap ALice lalu melirik ke arah Jake. Jake langsung berpura-pura tidak tahu dan fokus pada majalah yang dibacanya .
"Edward hanya 1 minggu disana Bells" kata Alice ketika aku bangkit dan hendak memakan buah apel yang ada di meja .
"Hmm, yeah" kataku singkat lalu memakan apel itu dan menyenderkan badanku ke tiang tempat tidur Alice. Ah, 1 minggu juga sudah cukup lama bagiku. Baru sebentar saja aku sudah rindu padanya. Aku tergila-gila . Benar-benar tergila-gila. Hingga aku merasa tidak terlalu bersemangat jika tak ada Edward disini.

Aku pulang ke rumah bersama Jake. Jake selalu saja mau pulang jika Alice yang menyuruhnya pulang. Kami sampai di depan pintu rumahku. Rumahku dan Jake tidak terlalu berjauhan . Dia berniat singgah dahulu kerumahku.
"Kau payah Bells" katanya ketika kami memasuki rumahku. Charlie belum pulang. Ini masih sore. Aku menoleh ke arah Jake dan menatapnya. Tatapanku yang mengartikan 'apa?'.
Jake mengangguk "Yeah, baru beberapa jam kau sudah begitu" jawabnya .
"Maksudmu ?" tanyaku . Begitu bagamana ? Mungkin Jake tau yang sedang kurasakan.
"Kau sudah murung begitu. Ayolah Bells, hanya 1 minggu. Dan aku sangat yakin, Edward akan kembali lagi padamu. Aku yakin sekali bahwa dia mencintaimu. Berani taruhan ?" Jake meyakinkanku. Benar juga Jake, mengapa aku sudah murung begini ? Baru saja tadi aku tersenyum pada Edward , sekarang aku sudah murung saja. Baiklah, aku akan mencoba tersenyum.
Aku tersenyum "Terima kasih Jake, kau selalu mengerti akan aku".
"Yes! Berhasil!" katanya girang. Aku tertawa kecil melihatnya.
"Baiklah, aku pulang dulu Bells, bye " Jake mengecup rambutku lalu pergi. Yeah, Jake yang melakukannya aku tidak merasakan apa-apa. Tapi Edward? Oh Tuhan, jantungku ingin meledak.

"Terima kasih Bells" kata Alice padaku ketika kami tiba dirumah ALice. Aku membantunya berjalan ke kamar. Alice sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Hebat . Alice begitu kuat.
"Oh ya, lusa Edward akan lomba, kau tau ?" tanya Alice padaku. Aku hanya mengangguk.
"Bagaimana kalau kita pergi ke LA dan menonton perlombaannya?" tawar Alice dengan semangatnya. Aku langsung terkejut mendengarnya. Itulah yang kuinginkan, aku sadar sekarang. Bertemu Edward.
"Kau serius Alice?" tanyaku tak percaya.
"Aku serius Bella" katanya tersenyum. Oh, aku sungguh tak sabar.
"Aku setuju Alice, setuju sekali" kataku semangat lalu memeluk Alice.
"Baiklah Bells, besok kita berangkat, oke?" senyum mengembang dari Alice. Senyum kemenangan, seperti senyum seseorang yang sedang mengalami kemenangan. Tapi kemenangan apa? Ah, sudahlah aku tak peduli. Yang terpenting sekarang, aku akan bertemu Edward. Tapi tunggu dulu.
"Kenapa kau mau menonton perlombaan Edward , Alice ?" tanyaku sedikti curiga. Tidak biasanya Alice begini, dia memang adik yang baik. Tapi ketika Edward mulai lomba waktu itu, tak sekalipun Alice menyinggung keinginannya untuk pergi ke LA dan menonton perlombaan Edward. Aneh, pikirku.
"Ini final Bells" jawabnya melirikku dan tersenyum. Oh iya, ini final. Perlombaan ini kan yang selalu dinantikan Edward. "Tapi Bells, jangan beri tahu Edward dulu, oke?"
"Kenapa?" tanyaku pensaran. Apakah in kejutan ?
"Ini kejutan" bisik Alice.
"Baiklah" kataku lalu memeluk Alice lagi. "Terima kasih Alice"
"Seharusnya aku yang berterima kasih padamu Bells" ucap Alice lalu melepaskan pelukanku.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Karena kau membawa Jake padaku" katanya tersenyum . Oh, karena Jake. Aku tak pernah menyangka Alice akan suka pada Jake, dan begitu juga Jake.
"Jake lah yang datang padamu"
"Tidak juga" jawabAlice tak mau kalah. Baiklah, karena perempuan ini Alice. Aku mengalah.
"Ya ya. Sama sama Alice" jawabku tersenyum lalu kami berpelukan lagi.

Malam ini aku tak bisa tidur. Pikiranku selalu tertuju pada kepergian kami besok ke LA. Aku memutuskan untuk menyiapkan baju sekarang. Dari pada aku hanya bisa tidur berbaring tak berguna, lebih baik aku menyiapkan baju sekarang. Sekalian menunggu telepon dari Edward. Semalam dia tak ada meneleponku. Semoga saja malam ini dia ingat untuk meneleponku. Ketika sedang asyik menyiapkan pakaian, hpku berbunyi. Kupejamkan mataku sebelum menatap ke layar hp ku, semoga ini Edward, doaku dalam hati. Kubuka perlahan mataku. Syukurlah, ini Edward.
"Halo" jawabku dengat cepat.
"Hai Bells, cepat sekali kau mengangkat teleponku?" tanya Edward tak percaya.
"Tadi aku sedang mengotak-atik hp ku" jawabku berbohong.
"Oh ya Bells, lusa aku akan lomba" katanya. Yeah, aku sudah tau Edward.
"Semangat Edward" kataku sama semangatnya dengan suaraku.
"Tentu Bells, kau tau, ketika aku naik ke atas panggung, hanya wajahmu yang ada dalam benakku. Kau yang menguatkanku Bells" kata Edward , nada suaranya sedikti serius. Benarkah ? Edward merasa seperi itu ? Aku yang menguatkannya ?
"Kau bercanda Ed" kataku terkekeh.
"Tidak Bells, aku sama sekali tidak bercanda" kata Edward. Dia serius ? Ya Tuhan, aku bergidik sekarang. Aku tidak tau harus berkata apa lagi. Cukup lama hening. Lalu Edward kembali berbicara.
"Kau tertidur Bells?" tanyanya.
"Eh, tidak. Aku tidak bisa tidur" jawabku.
"Bayangkan saja wajahku" katanya bercanda. Membayangkan wajah Edward ? Itu sangat jelas. Bola mata hijaunya, rambut perunggunya, senyumnya, semua tentangnyalah yang aku bayangkan selama ini. Aku tertawa.
"Aku sudah rindu padamu Bells" apa ? Dia rindu ? oh Edward, aku juga ! teriakku dalam hati.
***

Always be yours Part 14

Edward

Belum apa-apa aku sudah rindu pada Bella ? Apa dia juga merasakan sama dengan yang kurasakan. Semoga. Setelah selesai meneleponnya, aku bergegas mendatangi Carlisle yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Besok Alice ke sini , Dad" kataku menganggunya .
"Ya, tapi maaf Edward. Sepertinya Dad tidak bisa menjemput mereka" jawabnya masih sibuk dengan ponselnya.
"Baiklah, dengan senang hati" jawabku.
"Terima kasih Edward, lucu sekali" katanya lalu berhenti sebentar. "Dad yang lebih sibuk darimu" lanjutnya sambil tertawa kecil. Ya memang benar, aneh saja kenapa bisa Carlisle yang lebih sibuk daripada aku ? Sebenarnya siapa yang akan lomba ? Aku ikut tertawa .

Baiklah, hari ini aku akan lomba. Semoga Alice melakukan tugasnya dengan baik. Membawa Bella kesini . Aku menyempatkan untuk pergi ke bandara sendiri, Carlisle sedang mengurus perlombaanku nanti. Setiba di bandara, ternyata aku datang terlalu cepat. Pesawat mereka baru akan tiba sekitar 1 jam lagi. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman di dekat bandara. Sebelumnya aku menelepon Alice dulu.
"Halo" kata Alice dari seberang telepon.
"Aku menunggu kalian di taman ya"
"Baiklah, setengah jam lagi kami sampai" kata Alice menutup teleponnya.
Aku berjalan ke taman. Sambil berfikir bagaimana nanti aku menyatakan perasaanku pada Bella. Belum apa-apa jantungku sudah berdetak tak karuan . Taman ini biasa saja. Tapi membuatku sedikit tenang. Aku duduk di kursi taman itu sambil menunduk menutup wajahku. Cukup lama memang.  Tiba-tiba sesorang menepuk bahuku . Aku menoleh, wajah Rosalie tepat didepan wajahku. Spontan aku langsung menjauh.
"Sedang apa kau disini ?" tanyaku menyipitkan mata.
Dia tertawa kecil "Mengapa kau tidak mengajakku menjemput Alice?"
"Oh, aku tidak mau merepotkanmu"
Matanya membelalak lebar, "Hei, apakah itu merepotkan? Kau konyol Edward" katanya tertawa kecil.
"Ya maaf kalau begitu" jawabku lalu duduk tegak dan memandang lurus kedepan. Cukup lama kami berbincang-bincang. Kurasakan Rosalie sedikit demi sedikit mendekatkan tubuhnya padaku. Aku menoleh dan seperti tadi. Dia juga menoleh , wajah kami cukup dekat sekarang. Apa yang akan dilakukan Rosalie ? Tangan Rosalie langsung terulur ke leherku dan menempelkan bibirnya yang tipis itu ke bibirku. Apa yang dilakukan Rosalie ? Dia menciumku dengan lembut. Aku hanya terdiam, tidak, aku tidak boleh diam. Ciuman ini akan menyakitkan buat Bella, seandainya saja dia tahu. Tapi, apakah sekarang dia tahu ? Walaupun dia tidak tahu, tetap saja aku harus melepaskan ciuman ini. Ku pegang bahu Rosalie lembut dan menjauhkannya dariku.
"Maaf" kata Rosalie ketika aku melepaskan tanganku dari bahunya.
"Apa yang baru saja kau lakuakan?" tanyaku keras.
Wajah Rosalie memerah dan langsung menggengam tanganku. "Sejujurnya aku masih mencintaimu Edward".
Kudengar suara orang berlari disekitar sini. Berarti ada orang yang melihat kejadian barusan. Aku mencoba melihat ke balik bahu Rosalie. Dan, mereka terdiam terpaku disana. Alice dan Jacob. Bella berlari kearah yang berlawanan dari tempatku. Mom berada dibelakang mereka dan sedang sibuk dengan ponsel yang dipegangnya. Lalu Jacob berlari menyusul Bella. Sial ! pikirku. Mengapa harus seperti ini ?
"Tidak Rosalie" jawabku sambil melepaskan genggaman tangan Rosalie. Aku harus mengejar Bella.
"Tidakkah kau tahu Edward ? Semua yang kulakukan semua ini untukmu. Aku ingin selalu dekat denganmu." jelasnya .
"Dan termasuk menjenguk Alice?" tanyaku tidak percaya. Rosalie hanya diam . Aku berdiri dan menunduk ke arah Rosalie.
"Aku tidak mencintaimu lagi Rosalie, dan jangan pernah lakukan itu lagi. Kau tahu ? Aku mencintai Bella" kataku dan langsung berlari mengejar Bella.
Ketika melewati Alice, dia menahanku. "Biarkan Jake yang melakukannya" katanya lemah. Apa ? Tidak, mengapa harus Jacob ?
"Tapi Alice-" kataku membantah Alice.
"Percayalah padaku" kata Alice lalu berjalan ke arah Rosalie. Aku hanya bisa beridiri mematung. Menyesali semuanya. mengapa aku bisa sebodoh itu ?
"Terima kasih" kata Alice pada Rosalie. Mom yang berada disitu tampak kebingungan.
"Ada apa ini?" tanya Mom bingung. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku menatap lurus ke depan. Arah kemana Bella dan Jacob pergi. Aku percaya pada  Alice, semoga Jacob bisa mengatasinya. Satu-satunya cara untuk meyakinkan Bella adalah Rosalie. Aku kembali ke Rosalie,
"Kau lihat?" kataku marah . Rosalie hanya terdiam.
"Biarkan hanya aku yang merasakan sakit seperti dulu, jangan Bella!!" kataku membentak Rosalie. Rosalie benar-benar keterlaluan.
"Maaf Edward" wajahnya tampak memohon.
Aku tak memperdulikannya dan langsung bergi persama Alice dan Mom.
"Ayo kita pulang" kataku pada meraka. Aku harus menelepon Bella.

Bella

Oh Tuhan ? Benarkah semua yang barusan kulihat ? Edward berciuman dengan Rosalie ? Hatiku pedih, air mataku tak dapat lagi terbendung . Rasanya aku tak bisa lagi bernafas. Dadaku terasa sesak, seperti ada yang menginjaknya. Aku langsung lari meninggalkan tempat itu. Tempat yang akan kubenci selamanya. Edward , apa yang dia lakukan ? Tega-teganya dia ! Semua pengorbananku selama ini sia-sia belaka. Edward menghianatiku. Rosalie, kufikir dia akan merelakan Edward, kufikir Rosalie perempuan yang baik. Tapi ternyata ? Mereka berdua sama saja. Kau tega Edward ! Air mataku terus mengalir dan aku terus berlari. Tapi aku akan kemana ? Aku tak tahu seluk beluk LA. Kesini saja aku baru pertama kali. Tapi itu semua sudah tidak ada artinya lagi. Sekarang aku ingin pulang, pulang ke Forks. Berdiam diri di kamar, dan membuang semua kenanganku tentang Edward . Aku lelah berlari, kuputuskan untuk berhenti. Ada kolam buatan disekitar sini. Diperbatasan komplek bandara dan jalan raya. Aku duduk tepat disamping kolam itu. Aku sendirian, menangis. Semua orang yang lewat menatapku bingung. Aku tidak sadar, ternyata hpku sedari tadi berbunyi. Telepon dari Edward. Kini hpku berbunyi lagi. Edward lagi. Dia berusaha menghubungiku. Tapi aku tak akan mengangkatnya. Mengangkatnya sama saja dengan memaafkannya secepat ini. Memaafkan perbuatannya yang sangat menyakitkan itu. Kumatikan hpku dan melepaskan baterainya. Aku tak tau apa gunaya itu. Kututup wajahku dengan kedua telapak tanganku .
"Mengislah Bella, menangislah jika itu membuatmu tenang" itu suara Jake . Aku mengangkat wajahku dan melihat Jake berdiri tepat dihadapanku. Lalu Jake duduk disampingku dan secepat kilat aku langsung memeluknya. Aku menangis dipelukannya. Menangis karena lelaki yang kucintai. Lelaki yang ku tunggu selama ini. Lelaki yang seperti malaikat untukku. Membuatku tersenyum ketika berada didekatnya. Lelaki yang bisa membuat wajahku semerah tomat. Lelaki pertama yang menciumku. Lelaki yang bisa membuatku benar-benar merindukan seseorang. Edward, dialah lelaki itu. Lelaki yang kucintai. Cukup lama aku menanguis dipelukan Jake . Setelah aku merasa cukup tenang, aku melepaskan pelukanku.
"Kau sudah tenang?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Inilah kebiasaaku, menangis dipelukan orang yang kusayangi, itu benar-benar membuatku tenang.
"Baiklah, tersenyumlah dulu" katanya tersenyum .
Aku menggeleng "Aku tidak bisa" bibir ini rasanya sulit untuk bergerak.
"Kau pasti bisa" kata Jake sambil membuatkan senyum diwajaku dengan kedua jari telunjuknya. Aku tersenyum sedikit sekarang.
"Nah, begitu"
"Jangan terlalu percaya dengan penglihatanmu" katanya. "Aku tak yakin Edward`melakukannya" sambungnya lagi.
"Apa kau bilang?" tanyaku terkejut .
Jake  mengangguk . "Ya , aku tak yakin Edward yang melakukannya. Bisa saja itu perbuatan Rosalie si singa betina itu. Kau lihat? Edward tadi mencoba melepaskannya" jelasnya mencoba mempengaruhiku.
Kuingat-ingat lagi kejadian ditaman tadi. Ya betul, Edward mencoba melepaskannya. Tapi itu tetap membuatku sakit. Aku tidak percaya itu.
"Aku tidak percaya" kataku kesal. "Tetap saja mereka berciuman"
Jake tertawa. "Bells, kau jangan berpikiran buruk dulu"
Aku mendesah , "Aku percaya dengan  apa yang kulihat, mataku masih sehat"
Jake tertawa lagi, "Tidak semua yang kau lihat itu benar"
Ya, tapi tetap saja, aku melihatnya. Aku cukup percaya dengan apa yang kulihat. Edward berciuman dengan Rosalie. Itu yang kulihat. Memang Edward yang melepaskannya, tapi mungkin itu dilakukannya karena kami melihat mereka. Oh Tuhan, aku berprasangka buruk pada Edward. Tapi memang itulah adanya.
"Terserahmu Jake, tapi aku ingin pulang" kataku langsung berdiri. Jake juga ikut berdiri.
"Bella, kau mau semuanya sia-sia , heh ?"
Aku menggeleng. Aku tidak mau semuanya sia-sia. Tapi apa yang harus kulakukan ? Membiarkan kejadian tadi dan menguburnya dalam-dalam? Itu tidak mungkin. Sesuatu yang sangat menyakiti hatiku takkan pernah kulupakan. Dan setelah itu, aku melihat Rosalie dan Edward ? Sungguh, aku tidak akan tahan.

Always Be Yours Part 15

Bella

"Aku tetap ingin pulang" kataku pada Jake.
"Oh ayolah Bells" Jake tampak memelas. Aku ingin pulang, aku tak ingin disini.
"Kalau kau tak mau pulang, aku akan pulang sendiri" ancamku.
"Sejak kapan kau menjadi egois seperti ini Bella?" tanya Jake garang. Aku terkejut melihat ekspresinya. Benarkah aku egois ? Tapi aku hanya menginginkan sesuatu yang mungkin akan membuatku lebih baik. Mungkin . Aku terdiam sebentar. Tak tahu harus menjawab apa.
Jake tampak serius "Apa salahnya mencoba ? Kau hanya perlu duduk di kursi penonton, itu saja" nada suara Jake sedikit mengeras. Aku terduduk lemas.
"Entahlah Jake" ucapku. Aku pasrah, bingung harus melakukan apa.
"Bagaimana dengan Alice ? Kau tega meninggalkannya ? Membuatnya kecewa ? " tanya Jake. Baiklah, aku tidak mau menjadi manusia yang egois.
"Oke, setelah itu kita pulang" kataku. Setelah melihat Edward di atas panggung, aku akan pulang, secepatnya.

Aku dan Jake tiba di gedung perlombaan Edward, gedung ini cukup besar. Ada sebuah piano atas panggung. Piano itukah yang akan dipakai Edward nanti ?  Aku dan Jake berjalan menyusuri bangku penonton. Kami sampai di deretan kedua dari depan. Carlisle, Esme, Alice, dan Rosalie ada disana. Tapi kelihatannya Rosalie sedikit menjauh dari mereka. Kemana Edward ? Aku sama sekali belum bertemu Edward sejak kejadian tadi. Aku duduk tepat disebelah Alice. Bangku disebelahku kosong.
"Hai Bells" sapa Alice.
"Hai Alice, maaf ya" ucapku tersenyum. Alice balas tersenyum.
"Tak ada yang perlu dimaafkan" . Syukurlah, Alice tidak marah padaku. Tapi yang ada dalam pikiranku saat ini adalah Edward. Tanpa kusadari, aku mencari-cari Edward, menoleh kesana kemari.
"Edward dibelakang panggung" kata Alice nyengir. Aku malu sekali, dengan cepat aku menunjukkan sikap acuh tak acuh. Kau munafik Bella, batinku pada diriku sendiri. Kontestan pertama dipanggil dan menaiki panggung, semua penonton bertepuk tangan dan aku tidak. Aku tidak terlalu tertarik.
"Maafkan aku Bells" seseorang berkata padaku. Sepertinya dia duduk di bangku kosong disebelahku. Aku menoleh dan  melihat Rosalie.
"Buat apa?" tanyaku dingin.
"Aku yang salah, bukan Edward" ucapnya .
"Benarkah?" tanyaku dengan gaya acuh tak acuh. Pandanganku menatap lurus ke panggung.
"Aku yang menciumnya Bells, dia yang mencoba melepaskanku, dia tidak salah. Aku sangat menyesal" katanya tulus. Bisa kurasakan ketulusan itu. Aku menoleh ke arahnya , tidak tega memperlakukan seseorang seperti ini.
"Lalu kenapa harus meminta maaf padaku?" tanyaku.
"Karena Edward mencintaimu, dan kau melihat kejadian itu. Dia sungguh menyesal" jelasnya. Benarkah Edward mencintaiku ? Benarkah yang dikatakan Rosalie ? Siapa yang harus kupercaya ? Penglihatanku atau penjelasan mereka ?
"Please, percaya padaku Bells" ucapnya memohon.

"Baiklah, peserta kedua kita . Ini dia Edward Anthony Cullen" panggil si pembawa acara. Edward berjalan menaiki panggung. Mataku tertuju ke atas panggung, tak teralihkan. Edward berhenti dan duduk di bangku dekat pianonya.
"Ini untuk seseorang yang spesial, permohonan maafku. Semoga kau menerimanya Isabella Swan" suara Edward ditengah keheningan . Aku terkejut, ketika namaku disebutkan . Edward meminta maaf dengan cara seperti ini ? Ya Tuhan, aku tak bisa berkata apa-apa lagi.
Jari jemari Edward mulai memainkan pianonya. Lagu pertama, aku tak  pernah tahu apa judulnya. Tetapi sepertinya aku pernah mendengarnya. lagu yang indah, seperti lagu nina bobo. Setelah selesai memainkan persembahan pertamanya, kini dia memainkan lagu ke dua. Itu Claire de Lune, lagu favorite aku dan Edward. air mataku tak dapat terbentung dan mengalir di pipiku. Cepat-cepat aku mengusapnya. Semoga tak ada yang melihatnya. Selesai dengan persembahannya itu, Edward memberi hormat dan semua penonton standing applouse padanya. Begitu juga dengan aku.

Tiba-tiba kurasakan tangan Alice menyenggol lenganku,
"Bells, maukah kau menemaniku sebentar ?" tanyanya. Aku langsung mengangguk, dan Alice manarikku melewati penonton yang sedang berdiri. Aku tak tahu , Alice akan membawaku kemana. Aku masih membayangkan wajah Edward tadi. Hingga sampailah kami di depan sebuah ruangan.
"Ya ampun, aku lupa membawanya " kata Alice sambil memukul keningnya sendiri.
"Apa?" tanyaku.
"Tunggu sebentar Bells, aku akan segera kembali" katanya lalu pergi meninggalkanku tepat di depan pintu ruangan itu. Aku penasaran dengan ruangan itu, sepertinya sebuah aula. Kuputuskan untuk masuk kedalamnya. Ruangan ini sangat gelap, ya ini aula. Tampat sebuah pertunjukan juga, ada bangku penontonnya. Apa yang lupa dibawa Alice ke sini ? Aku berjalan menyusuri jalan yang menuju ke atas panggung, entah mengapa sepertinya batinku terus mendorongku untuk memasuki lebih jauh ruangan ini. Tiba-tiba lampu panggungnya hidup, tidak terang memang. Kulihat seorang lelaki sedang duduk di bangku tepat didepan pianonya. seperti sedang ingin memainkan piano. Siapa dia ? Apa mungkin dia Edward ? Tidak mungkin, Edward belum turun dari panggung ketika aku meninggalkannya tadi. Ku coba untuk berjalan ke panggung itu, dan sungguh , betapa terkejutnya aku. Itu Edward . Dia berdiri , dan aku mencoba untuk pergi. Tapi terlambat, dia menarik tanganku dan membawaku kepelukannya.
"Maafkan aku Bells, sungguh" ucapnya tepat di atas rambutku.
"Lepas Edward" kataku marah, memberontak.
"Tidak Bells. Kau tahu ? Aku sangat menyesal atas kejadian tadi" katanya tulus. Aku hanya terdiam, tidak lagi memberontak. Lalu dia memelukku semakin erat, kehangatan menerpaku. Jantungku berdetak tak karuan, seperti saling kejar-kejaran. Apa yang harus kulakukan sekarang ?
"Bella" bisik Edward. "Aku mencintaimu" lanjutnya dengan suara lembut. "Sangat mencintaimu" . Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan sekarang ?
"Katakan sesuatu Bella" sambungnya lagi. Apa ? Apa yang harus kukatakan ?
Pelan-pelan kutelan ludahku "Aku juga mencintaimu Edward" kataku tenang. Air mata kembali menetes dipipiku. Edward spontan langsung melepaskan pelukannya dan memgang bahuku lembut.
"Benarkah itu Bella?" tanyanya lembut. Aku menangguk . Edward memelukku lagi "Maafkan aku Bells, aku mencintaimu" ucapnya.
Ku balas lebih erat lagi pelukannya.

"Kau memaafkanku ?" tanya Edward, kini kami berdua duduk dikursi piano tadi.
"Ya, tapi aku masih butuh penjelasanmu" jawabku.
"Baiklah, aku sedang duduk ditaman , dan tiba-tiba Rosalie datang. Kami sempat mengobrol sebentar, namun entah kenapa tiba-tiba dia mendekat padaku dan menciumku" jelas Edward dengan nada benci. Sepertinya Edward marah sekali pada Rosalie.
"Dan kau membalasnya?" tanyaku.
Edward tertawa kecil "Aku melepaskannya Bells" katanya tersenyum jail padaku.
"Ya, baiklah aku memaafkanmu, semua berkata seperti yang kau jelaskan" kataku sambil mengangguk .
Edward tersenyum "Terima kasih Bells" katanya lalu mengecup pipiku. Wajahku pasti merah sekali sekarang, tapi syukurlah ruangan ini sedikti gelap.
"Kau sekarang pacarku. Dan ingat , aku selalu milikmu" katanya sambil menyentuh pipiku dengan jarinya.
"Selalu?" tanyaku.
"Ya, selalu selamaya" jawabnya. Kini, lelaki itu berada didepanku. Tersenyum padaku. Menentuh pipiku, memelukku dengan erat. Lelaki yang kucintai , Edward Cullen.

THE END


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Someday In London Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos

Like the Post? Do share with your Friends.