Love and Secret

When it turns out anything about blogging, I'm sixteen years old :')

Sabtu, 04 Agustus 2012

Fanfiction Twilight : Always Be Yours Part 7 - 10

Diposting oleh Desy Amelia di 05.24
Always Be Yours Part 7

Bella

Sudah 3 minggu Edward berada di LA, aku kangen sekali padanya. Ingin sekali aku menjawab pertanyaannya malam itu, namun dia benar benar membuatku kesal. Apalagi hampir setiap kali dia menghubungiku,  dia melontarkan pertanyaan - pertanyaan bodoh itu. Membuatku semakin kesal . Alice sudah masuk sekolah sekarang, tapi tetap saja , wajahnya pucat seperi vampir yang pernah kulihat di film - film. Aku juga semakin sering ke rumah Alice bersama Jacob. Usahaku membuat mereka dekat juga tidak sia-sia. Mereka dekat sekali sekarang, hanya saja Jacob belum siap menyatakan perasaannya. Aneh juga aku melihatnya.
Kami sedang duduk bersama ditaman rumah Alice. Andai ada Edward disini, pasti akan lebih mengasyikkan.
"Hei Bells, kau melamun saja dari tadi" suara Alice membuyarkan lamunanku.
"Oh, eh," jawabku gugup.
"Aku tahu Bella, aku tahu" kata Alice. Ya, Alice pasti tahu aku sedang melamunkan Edward.
"Tahu apa Alice? " tanya Jacob penasaran.  Alice hanya tersenyum . Sesaat aku langsung  melirik Alice.
"Tidak Jake" jawab Alice. Syukurlah Alice tidak memberi tahu Jake, kalau Jake sampai tahu, dia pasti mengejekku habis habisan. Hp ku berbunyi, telepon dari Edward, aku buru buru menghindar dari Alice dan Jacob dan berjalan cepat ke arah dapur.
"Halo Bella" kata Edward dari seberang telepon.
"Halo Edward" jawabku. Baru saja aku memikirkan dia, kini aku sudah mendengar suaranya. Suara indahnya.
"Aku akan lomba besok, doakan aku ya Bells" katanya. Akhirnya dia lomba juga, itu berarti dia juga akan secepatnya pulang ke Forks.
"Pasti Edward" jawabku. "Kau harus yakin menang" lanjutku lagi.
"Yeah, harus Bella" kata Edward yakin. "Terima kasih Bells" suara Edward terdengar samar samar.
"Buat apa Edward ?" tanyaku penasaran.

Tiba - tiba kudengar suara Jacob berteriak memanggilku dari taman, telepon Edward juga tiba tiba terputus. Aku shock, ada apa ini ? Aku berlari kearah taman, kulihat Jacob mengendong Alice yang sudah pingsan ke kamarnya. Wajah Alice pucat, pucat sekali. Alice kenapa ?
"Tolong bukakan pintu kamarnya Bells" kata Jacob panik. Aku langsung membukakan pintu kamar Alice, dan Jacob meletakkan Alice di tempat tidurnya. Aku langsung berlari ke arah dapur, mengambil kotak P3K lalu kembali ke lamar Alice. Setelah beberapa saat, akhirnya Alice siuman. Aku lega sekali. Esme sedang tidak ada dirumah, jadi kuputuskan untuk membuatkan bubur untuk Alice.
Ketika aku kembali ke kamar, Alice sudah duduk menyender di kepala tempat tidurnya. Jacob tiada hentinya manatapi setiap gerak gerik Alice. Jacob sepertinya khawatir sekali. Sama seperti aku.
"Kau baik baik saja Alice ?" tanyaku lalu duduk disebelahnya. Dia hanya mengangguk . "Ini, makanlah dulu" lanjutku lagi sambil mendinginkan bubur lalu menyuapkan pada Alice.
"Dia kelelahan" kata Jacob sambil masih terus memandangi Alice. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa, andai ada Edward disini.
"Tolong jangan beri tahu Edward" kata Alice tiba tiba. Ah, padahal aku baru saja ingin memberi tahu Edward.
"Tidak Alice, aku janji" kataku , mebuat Alice tenang. Tapi kalau keadaan Alice makin memburuk aku tidak bisa tinggal diam.

Edward

Aku ingin memberi tahu Bella, bahwa aku akan lomba besok. Suaranya, aku yakin mendengar suaranya bisa membuatku lebih semangat, padahal hampir setiap hari aku menghubunginya dan memberikan pertanyaan yang membuat dia kesal. Tapi setiap kali dia kesal, aku merasa ingin sekali tertawa. Ku putuskan untuk menghubunginya, aku pergi ke lobi hotel tempat aku dan Carlisle menginap dan berdiri didekat jendela. Baru saja aku mendengar suara Bella, namun belum mendengar tawanya dan berterima kasih padanya. Tiba tiba saja ku rasakan seseorang memelukku dari belakang. Secara spontan aku langsung mematikan teleponku , padahal aku sedang menelepon Bella. Bella pasti kesal.
"Edward" suara perempuan. Aku tanda suaranya, suara Rosalie. Kulepaskan langsung pelukan itu. "Maaf" lanjutnya lagi.
"Rosalie ?" tanyaku terkejut.
"Ya, ini aku Edward" katanya sambil tersenyum . Mau apa Rosalie ? batinku.
"Apa yang kau lakukan disini ?" tanyaku gugup .
"Dad bekerja disini, dan aku baru saja mengunjunginya" jawabnya sambil menatapku. Aku tak tahan melihat tatapan itu, aku langsung memalingkan wajahku.
"Oh" jawabku singkat.
"Ayolha duduk dulu Edward" katanya sambil menarikku duduk di sofa lobi hatel.
"Kau sedang apa disini ?" tanya Rose padaku. Apa peduli dia ? tanyaku dalam hati.
"Aku mengikuti lomba disini" jawabku. Rose masih saja terus memandangiku.
"Hmm, bagaimana keadaan keluargamu ?" tanyanya lagi.
"Baik" aku menjawab pertanyaannya sesingkat mungkin.
"Aku sudah tak bersama Emmet lagi Ed" kata Rose menundukkan wajahnya. Apa ? Mereka sudah tak bersama lagi ? Mengapa ? Tapi sejujurnya aku tak peduli, namun aku penasaran.
"Mengapa ?" tanyaku, nadaku biasa - biasa saja . Rosalie sudah menghianatiku dengan berselingkuh dengan Emmet, sahabatku sendiri waktu itu.
"Emmet berselingkuh" jawab Rose dengan wajah masih ditundukkan. Aku terkejut mendengarnya. Emmet , lelaki biadab kau ! batinku, tega teganya dia menyelingkuhi Rosalie. Apa mau dia ? Bukan hanya aku yang merasakan sakitnya, tapi Rosalie juga. Tanganku mengepal keras - keras. Ingin sekali aku mengoyakkan leher lelaki itu. Emmet !
"Maafkan aku Edward" lanjut Rosalie. "Aku terlalu bodoh menyakitimu dulu, sekarang aku mendapatkan balasannya"
"Sudahlah Rose, aku sudah melupakannya" tipuku. Padahal aku masih sangat mengingatnya.
"Baiklah" katanya sambil berdiri lalu kembali menegakkan wajahnya, matanya sedikit basah. "Kita bisa jadi teman kan ?" tanyanya . Otomatis aku langsung berdiri.
"Ya" jawabku. Ya, hanya berteman.
"Oke, kita akan bertemu lagi setelah ini" suara Rose sangat meyakinkan sambil tersenyum padaku, dan langsung mencium pipiku lalu pergi meninggalkanku sama seperti yang kulakukan pada Bella malam itu. Bella, aku teringat pada Bella.  Dengan cepat ku hubungi kontak "My Bells" di hpku. Semoga Bella tidak marah ataupun kesal karna tindakanku tadi yang langsung menutup telepon begitu saja. Bella, maaf.

***

Always Be Yours Part 8

Bella

Hpku bunyi lagi, pasti telepon dari Edward, aku meminta Jacob untuk menggantikanku menyuap Alice. Sejujurnya dari tadi aku menunggu telepon dari Edward, aku masih penasaran mengapa dia menutup telepon begitu saja. Ada apa dengan dia ?
"Jake, bisa tolong kau yang menyuap Alice?" tanyaku pada Jake
"Ya, tentu Bells, tapi kau mau kemana ?" tanyanya bingung sambil menatapku yang sedang buru - buru mengambil hpku dari kantong celana jeansku.
"Sebentar Jake, mungkin ini telepon dari Edward"
"Edward ?" tanya Alice terkejut. "Please, jangan beritahu dia Bella" lanjutnya lagi. Wajahnya sangat memohon padaku. Sungguh aku tidak tega melihatnya.
"Ya Alice, aku sudah janji padamu" kataku kembali menenangkan Alice.
"Sudahlah Alice, jangan siksa dirimu, Bella tidak akan memberitahu Edward" sambung Jake. Syukurlah Jake juga mengerti. Ku genggam tangan Alice erat dengan tujuan benar benar meyakinkannya bahwa aku tidak akan memberitahu Edward tentang kejadian pingsannya tadi. Dia mengangguk, dan dengan cepat aku bangkit lalu berjalan menjauhi mereka. Kupandang layar hpku, benar , Edward yang meneleponku. Aku langsung menjawabnya.
"Halo Edward"
"Halo Bella, kau , kau tidak marah padaku kan ?" tanya Edward terburu - buru.
"Hei hei tenanglah Edward" jawabku. "Aku tidak marah, hanya penasaran".
"Ah, terima kasih Bells" jawabnya lega.
"Hmm hmm" kataku sambil menangguk anggukkan kepalaku. Edward hanya diam. Apa yang dilakukannya ? Apa dia berfikir untuk mencari alasan, atau apa ? Tidak, aku tidak boleh curiga padanya.
"Jadi , kenapa Edward ? " tanyaku memecahkan keheningan percakapan kami.
"Oh, tadi hpku lowbet Bells, kau tahu, aku tinggal di hotel dan jarang berada didalamnya, aku lebih sering menghabiskan waktu di tempat pelatihan piano" jelasnya panjang lebar. Ah, berarti tadi itu dia sedang melamun, bukan mencari alasan, batinku.
"Ya Edward, aku mengerti, kau terlalu sibuk sekarang" jawabku. Tapi tak pernah lupa menghubungiku, itu yang membuatku semakin mencintaimu, lanjutku dalam hati.
"Maaf Bells, hanya itu yang bisa kulakukan disini, kau benar tidak marah kan ?" tanya Edward lagi, nada suaranya memohon. Aku lucu mendengarnya.
"Tidak Edward" jawabku sambil nyengir, sedikit tertawa.
"Ah Bella, aku mendengar tawamu lagi" kata Edward sambil tertawa juga. Aku ini sudah gila ya ? Semenjak Edward sering meneleponku tiap hari, setiap dia meneleponku aku selalu tertawa, walau tak ada hal lucu yang kami bicarakan, hanya saja lucu untuk didengar. Tapi mengapa dia juga ikut tertawa ? Apa dia juga sudah sama gilanya seperti aku ? Aku tertawa sendiri memikirkannya.
"Oh  ya, bagaimana sekolahmu ?" tanyanya, dia sudah tidak tertawa lagi. Tapi nada suaranya tenang.
"Ya, begitulah Ed" aku tak terlalu bersemangat sekolah "Tidak meyenangkan" Ya, sangat tidak meyenangkan. Tidak menyenangkan jika tidak ada Edward maupun Alice.
"Mengapa Bells? Bukannya ada Alice ?" Oh ya, ada Alice. Aku lupa, Edward tidak tahu kondisi Alice sekarang. Ah Edward, maafkan aku harus menyembunyikan ini darimu. "Atau kau merasa tidak enak sekolah jika tidak ada aku ?" godanya padaku. Aku tertawa lagi. Syukurlah dia tidak mengungkit terlalu jauh tentang Alice.
"Mungkin" jawabku singkat, sambil tersenyum.
"Bukan mungkin Bells, tapi ya " Edward meyakinkanku. "Aku sangat merindukanmu Bella" lanjut Edward. Aku senang mendengarnya, hatiku melonjak tak karuan. "Kau juga , kan ?" tanyanya . Oh Edward, sebelum kau tanya, aku sudah menyimpan jawabannya dalam hati.
"Ya Edward, aku juga merindukanmu" jawabku sambil tersenyum . Rindu sekali, cepatlah pulang Edward, lanjutku dalam hati.

Aku lupa pada Jake dan Alice yang kutinggal dikamar tadi, aku terlalu keasyikan mengobrol dengan Edward melalui telepon . Yaa, walau hanya melalui telepon, tapi tetap saja dia bisa membuatku tertawa, dan menghilangkan sedikit beban pikiranku. Dan juga mengurangi kerinduanku padanya. Aku kembali ke kamar, dan mendapati Alice sudah tertidur pulas. Aku sedikit lega melihatnya. Jacob masih duduk disamping tempat tidur Alice. Menatap Alice, tatapan cinta. Sudah lama aku tidak melihat tatapan itu, tidak pernah malah. Tak satupun perempuan yang kutahu pernah berpacaran dengan Jake, atau mungkin memang dia belum pernah jatuh cinta sama sekali ?
"Hei Jake, jangan menatapnya seperti itu" tegurku padanya sambil berbisik .
"Ah Bells, kau membuatku terkejut"
"Maaf Jake, tapi tatapanmu padanya itu seperti -" aku berhenti sejenak , memikirkan kata yang tepat, "sepertinya kau sudah jatuh cinta padanya, Jake" lanjutku. Semoga kata itu tepat. Jacob tersenyum.
"Kau pasti sudah tau itu Bells, atau kau pura pura tidak tahu ?" tanyanya curiga.
"Yeah, aku sudah tahu, hanya saja aku ingin memastikannya" jawabku. Jacob hanya tersenyum .
"Aku heran Bells, apa sebaiknya Alice kita periksa ke dokter ?" tanya Jacob .
"Ide yang bagus Jake, tapi kita harus beritahu Esme, Calisle dan Edward" jawabku sedikti ragu - ragu . Mereka harus tahu.
"Yeah, memang harus" Jake diam sebentar. "Tapi menurutmu dia sakit apa ?" tanya Jake lagi.
"Entahlah Jake, kau sendiri tahu, dia selalu mengatakan 'aku baik baik saja'" jawabku sambil membayangkan wajah Alice ketika mengatakan kata - kata itu . Jacob terdiam lagi, lalu tersenyum melihat Alice .
"Aku menyayanginya Bells" lanjutnya masih tersenyum menatap Alice.
"Jadi kenapa tak kau katakan saja perasaanmu padanya ?" tanyaku penasaran .
"Entahlah Bells, aku bingung bagaimana menyatakannya, kau mau membantuku ?" tanyanya serius. Oh Jake, jelas aku mau.
"Pasti Jake" jawabku "Katakan saja apa yang bisa ku bantu" kataku yakin. Kami berdua sama - sama tersenyum dan memandang wajah mungil namun pucat milik Alice.

Kudengar suara mobil memasuki halaman rumah Alice, Esme sudah pulang. Kulirik jam tanganku, sudah jam 6 sore. Aku harus pulang menyiapkan makan malam untuk Charlie.
"Jake, aku harus pulang" kataku pada Jake.
"Oh ya, aku juga Bells" jawabnya. Lalu dia mengecup kening Alice yang masih tertidur pulas.
Kami turun ke bawah dan mendapati Esme sedang menggantungkan jaketnya. Dia tersenyum melihat kami berdua.
"Kalian mau pulang ?' tanyanya pada kami. Oh ya, kami tidak boleh memberitahu Esme tentang kejadian tadi.
"Ya Esme, Alice sedang tidur dikamarnya " jawabku sambil menyenggol lengan Jake, memberi isyarat padanya.
"Eh ya, kami harus pulang sekarang Esme" kata Jake sedikit terbata - bata.
"Oh" Eme mengangguk "Baiklah, kalian hati - hati ya" lanjutnya lagi.
"Ya, sampai jumpa Esme" kataku lalu menarik Jake keluar rumah, sekilas kulihat Jake tersenyum pada Esme.

 ***

Always Be Yours Part 9

Edward

Aku terpaksa membohongi Bella. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya bahwa Rosalie menemuiku. Alice bilang dia sudah menceritakan semua kisahku bersama Rosalie pada Bella. Jadi tak akan ada gunanya memberitahu yang sebenarnya pada Bella. Hari ini aku akan lomba, aku tidak mau mengecewakan Bella dan keluargaku. Aku sangat bersemangat, dengan bayang - bayang wajah Bella yang sedang tertawa. Namun yang membuat konsentrasiku sedikit memudar adalah adanya Rosalie disini. Dia benar dengan ucapannya semalam. Kami akan bertemu lagi, dan sekarang dia datang di acara lomba pianoku. Dengan semangat dia menyemangatiku. Tatap matanya terus menatap kearahku, membuatku sedikit gugup. Yeah, gugup.

Kudengar namaku dipanggil, Rose dan Carlisle menyemangatiku sebelum aku menaiki panggung. Aku tersenyum pada mereka dan naik ke panggung dengan tenang. Lalu duduk tepat di depan pianoku. Aku mulai memainkan jari jemariku dengan anggun, Bella's Lullaby, lagu yang kuciptakan untuk Bella, hanya saja Bella belum mengetahuinya. Aku menikmati alunan musik yang kumainkan dengan bayang - bayang wajah Bella. Indah . Membuatku tenang dan melayang. Hingga aku tak menyadari permainanku selesai dan aku mendengar tepuk tangan penonton yang sangat keras. Mereka standing applause. Aku tersenyum dan bangkit memberi hormat pada mereka lalu turun dari panggung. Yeah, aku lega sekarang.

Aku berjalan menuju jajaran tempat duduk penonton yang kududuki bersama Rose dan Carlisle tadi, tapi aku hanya melihat Rose, tak ada Carlisle.
"Mana Carlisle ?" tanyaku pada Rose yang langsung bangkit dari kursinya.
"Tadi dia keluar sebentar Edward, mengangkat teleponnya." jawab Rose sambil tersenyum, senyum bangga.
"Siapa yang meneleponnya ?" tanyaku lagi.
"Aku tak tahu Edward" jawab Rose. Aku hanya diam. "Permainan yang bagus Edward" lanjut Rose sambil tersenyum.
"Ya, terima kasih " jawabku singkat. Tak lama kemudian Carlisle kembali dengan tergesa - gesa dan wajah yang cemas.
"Ada apa Calisle ?" tanyaku sama cemasnya dengan Carlisle.
"Alice masuk rumas sakit Edward, dia pingsan " jelas Carlisle . "Ayo, kita harus pulang sekarang" lanjutnya lagi. Aku tak bisa berkata apa- apa lagi. Aku sangat terkejut, cemas. Kususul Carlisle yang sudah melangkah keluar gedung namun sebuah tangan menarik lenganku.
"Aku ikut Edward" Rose yang menarik tanganku. Carlisle berhenti mendengarnya dan menoleh ke arah kami.
"Tidak perlu Rose" jawabku, aku ingin cepat - cepat pulang ke Forks.
"Ayolah Edward, Alice sudah kuanggap seperti adikku sendiri" lanjutnya lagi dengan wajah memohon.
"Biarkan dia ikut Edward" kata Carlisle dengan bijaksana seraya memegang bahuku. Karena Carlisle yang mengizinkan, aku tidak bisa berbuat apa - apa.
"Baiklah" jawabku terpaksa. Untuk apa Rosalie ikut ? Bagaimana kalau dia bertemu dengan Bella ? Bella pasti berfikir yang tidak - tidak.

Bella

Aku tak tahu harus melakukan apa. Alice pingsan lagi dan Esme sangat shock, kami langsung membawa Alice kerumah sakit. Esme juga sudah memberitahu Carlisle, dan otomatis Edward juga pasti sudah tahu. Aku dan Esme duduk diruang tunggu rumah sakit dengan wajah cemas. Sesekali aku meremas tanganku, cemas. Jacob menyandarkan badannya ke dinding dekat pintu UGD rumah sakit. Wajahnya juga sangat cemas.
"Tenanglah Esme" kataku menenangkan Esme. "Alice akan baik - baik saja" lanjutku sambil mengelus - ngelus bahu Esme. Esme hanya mengangguk . Dan aku menggenggam erat tangan Esme, dia membalas genggamanku.
"Terima kasih Bella" katanya sambil tersenyum sedih. Bukan senyum bahagia. Jacob melirik kami, dan tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku. Aku mengisyaratkan sesuatu agar dia juga tenang. Dan dia hanya mengangguk. Oh Tuhan, aku perlu Edward disini. Aku perlu dia sekarang.

"Calisle, Edward" Esme bangkit dari tempat duduknya, spontan aku juga bangkit. Dan aku melihat Carlisle, Edward, dan seorang perempuan cantik. Siapa perempuan itu ? Ah, tapi aku tidak memperdulikannya. Aku menatap dia, Edward. Seseorang yang kucintai dan kurindukan berdiri didepan mataku dengan wajah cemas. Mengapa harus seperti ini kami kembali bertemu ? Tatapan mata indahnya bertemu dengan mataku, 2 pasang mata yang sama sama cemas. Carlisle langsung memeluk Esme, dan begitu juga Edward, secepat kilat dia langsung memeluk tubuhku. Erat, erat sekali pelukan ini. Aku membalasnya . Aku rindu sekali pada Edward. Tuhan, jangan biarkan ini berakhir. Aku ingin selamanya seperti ini, dipelukan Edward. Edward mengelus rambutku.
"Semuanya akan baik - baik saja Bells" katanya membuatku tenang. Ya, semuanya akan baik - baik saja Edward, aku tahu itu, batinku. Namun entah mengapa air mataku mengalir, mengingat wajah Alice belakangan ini.
"Ya, dia akan baik - baik saja " koreksiku. Alice, dia akan baik - baik saja. Edward mencium keningku, dan memelukku lagi. Oh Tuhan, aku ingin selalu dipelukan Edward. Aku balas memeluknya dengan sangat erat sekarang. Sungguh, aku tak ingin melepaskan pelukan ini. Tapi, suara perempuan berdeham didekat kami, aku dan Edward sepontan melepaskan pelukan kami . Edward langsung menatap kesal ke arah perempuan itu.
"Ada apa Rose ?" tanya Edward kesal pada perempuan itu . Rose ? Rosalie ? Apa dia Rosalie ? Perempuan yang pernah berpacaran dengan Edward ? Perempuan bodoh yang telah menyia - nyiakan Edward ?
"Kita belum tahu bagaimana keadaan Alice " jawab perempuan itu sama kesalnya. Dan dia menatap garang ke arahku. Spontan aku langsung memalingkan muka dan menatap wajah Edward dari bawah dagunya. Mengapa dia menatapku seperti itu ? batinku.
"Oh ya, bagaimana keadaan Alice ?" tanya Edward padaku.
"Tadi dia pingsan, dan sekarang dokter sedang memeriksanya , maaf Edward" jawabku sambil membungkukkan wajah. Tidak lagi menatap Edward. Kini aku melirik Carlisle dan Esme yang sedang duduk di kursi, mungkin Esme sudah menceritakannya pada Carlisle. Dan Jacob, dia memejamkan matanya, dan masih bersender di dinding . Sepertinya dia tidak tidur, melainkan semakin cemas.
"Tak perlu meminta maaf Bells" Edward mengelus rambutku lagi. Aku harus memberi tahu Edward kondisi Alice belakangan ini. Maaf Alice, ini yang terbaik. Edward harus tahu. Ku tatap mata Edward lekat - lekat.
"Perlu Edward, aku menyembunyikan sesuatu darimu belakangan ini" kataku dengan nada penuh penyesalan.
"Apa?" tanya Edward lagi. Namun dia tidak marah.
"Belakangan ini kondisi Alice sangat tidak baik, dia juga pernah pingsan sebelumnya, wajahnya selalu pucat "jelasku pada Edward. Semoga Edward tidak marah padaku.
"Oh Bella, mengapa kau menyembunyikan ini dariku ?" tanyanya lagi. Tapi tak terdengar sedikitpun nada marah dalam suaranya.
"Maaf Edward" ulangku lagi.
"Tak apa Bells" katanya sambil tersenyum. "Lalu apa Esme tahu?"
"Ya Esme tahu, namun dia tidak tahu bahwa Alice pernah pingsan sebelum ini" jawabku, aku merasa sangat bersalah. Pada Alice, karena telah memberitahu Edward. Dan pada Edward, karena telah menyembunyikan semua ini darinya. "Maafkan aku Edward"
"Mengapa kau menyembunyikannya ?" tanya Rosalie dengan keras. Spontan aku langsung menatapnya dengan garang, begitu juga dengan Edward.
"Hei, jangan berteriak padanya" Jacob langsung mendatangi kami ketika mendengar suara Rosalie. Carlisle dan Esme juga berdiri dari kursi mereka. Rosalie menatap garang pada Jake.
"Maaf" kata Rosalie dengan angkuhnya. Rosalie langsung terdiam dan tak berkata apa - apa lagi. Aku terkejut melihatnya, Jake bisa menjinakkan singa betina ini, batinku. Aku menatap Edward dan dia kembali tersenyum padaku, senyum yang kurindukan. Aku membalasnya.
"Dan kau Edward, kau tidak marah kan?" tanyaku lagi.
"Tidak Bells, sama sekali tidak" jawab Edward . Kulirik Rosalie yang terlihat jengkel.
"Terima kasih Edward" kataku lalu mengecup pipi Edward, wajahku merah seketika. Malu, senang, sedih, bercampur jadi satu.

***

Always Be Yours Part 10

Edward

Gila ! batinku, Bella mencium pipiku. Aku tersenyum senang, tapi hanya senang karena itu. Karena kondisi Alice juga belum pasti. Yang membuatku sedikit kesal adalah perilaku Rosalie pada Bella tadi. Dia tidak berhak berbuat seperti itu. Dan Jacob, aku salut padanya. Rosalie memang pantas menerimanya, Jacob menegur Rosalie karena telah membentak Bella. Aku tidak tega membayangkan jika aku yang melakukannya, bukan Jacob. Carlisle dan Esme diminta menemui dokter yang memeriksa Alice tadi, dan sekarang Alice telah dipindahkan ke kamar rawat, dia disarankan untuk dirawat dirumah sakit. Aku, Bella, Rose dan Jacob masuk ke kamar Alice duluan. Dan kulihat Alice terbaring lemah disana. Alice, adik yang sangat kusayangi, yang membuat aku jatuh cinta pada Bella, mungkin kalau bukan karena dia yang mengusulkannya waktu itu, aku tak akan pernah mencintai Bella, dan melupakan Rosalie. Samar-samar kami mendengar gumaman Alice. Dengan cepat kami langsung mendekatinya.
"Alice, bagaimana keadaanmu?" tanyaku cemas.
"Edward" kata Alice pelan, aku hanya mengangguk, dia masih sangat lemah. "Kapan kau pulang?" tanyanya .
"Tadi Alice, kau baik-baik saja kan?" tanyaku lagi.
"Ya" jawabnya sama lemahnya. Dia tersenyum pada Rosalie. Senyum kecil.
"Hai Rose, kau ikut bersama Edward?" tanya Alice pada Rose.
"Ya Alice, aku mengahwatirkanmu" jawab Rosalie menggenggam tangan Alice.
"Terima kasih" jawab Alice singkat. Rosalie membalasnya dengan senyum lebar, senyum yang selalu ditunjukkannya padaku dulu.
"Hei Bells, Jake, jangan pasang muka cemas seperti itu" kata Alice sambil tersenyum. Jacob merampas genggaman tangan Rose dan kini dia yang menggenggam tangan Alice. Bella hanya tertawa kecil.
"Tidak Alice" jawab Jacob. "Kau lihat, aku tidak pasang muka cemas, tapi muka jelek" lanjut Jacob menghibur Alice. Aku salut padanya, orang seperti Jacob inilah yang dibutuhkan Alice saat ini. Alice tertawa kecil mendengarnya.

Carlisle memanggilku keluar ruang kamar rawat Alice untuk memberitahuku tentang kondisi Alice yang sebenarnya. Ketika aku melangkah ke luar ruangan , aku berpapasan dengan Esme. Wajahnya terlihat sangat sedih. Aku semakin penasaran dengan kondisi Alice yang sebenarnya.
"Mom, apa Mom baik-baik saja?" tanyaku.
"Ya, Mom baik-baik saja Edward, cepatlah keluar" jawab Mom parau. Aku hanya mengangguk dan melangkah keluar. Aku menoleh kebalakang, melihat Bella. Bella menatapku penuh harap dan, dan Rosalie juga menatapku. Ah, aku mendengus. Masa lalu dan masa sekarang, batinku.

Bella

Kami sedang berada di rumah Edward, hanya aku, Edward dan Rosalie. Esme menyarankan agar kami beristirahat. Aku sudah minta izin pada Charlie untuk pulang agak larut. Jacob tidak mau pulang, dia memilih tetap dirumah sakit. Dia sangat mencintai Alice. Aku penasaran dengan kondisi Alice yang sebenarnya. Kuberanikan diri untuk menanyakannya pada Edward
"Sebenarnya Alice sakit apa Edward?" tanyaku sambil menyiapkan teh untuk Edward dan Rosalie. Mereka tampak letih sekali. Edward yang tadi sedang duduk di meja makan menunggu teh ku bersama Rosalie langsung berdiri mendekatiku.
"Kau janji tak akan memberitahu Alice , Rosalie?" tanya Edward pada Rosalie.
"Ya Edward aku janji" jawab Rosalie yakin. Dia juga ingin tahu kondisi Alice yang sebenarnya.
"Aku juga janji" kataku sebelum Edward sempat bertanya.
"Baiklah, Alice menderita tumor otak" kata Edward murung.
"Tumor otak?" tanyaku tak percaya.
"Kau serius Edward?" tanya Rosalie juga.
"Yeah" jawab Edward singkat. Raut wajah tampannya sangat sedih.
Oh Tuhan, Alice menderita tumor otak. Kasihan sekali dia. Aku shock mendengarnya. Alice menderita tumor otak ? Berarti otomatis Alice sudah cukup lama merasakan sakitnya. Tapi mengapa dia diam saja ? Tidak pernah mengeluh. Bagaimana bisa dia terlihat ceria selama ini ? Kurasakan air mataku mengalir. Edward yang berada didekatku langsung memelukku.
"Tenanglah Bells" katanya menenangkanku. Aku tidak bisa tenang, aku terus menangis di pelukannya. Edward mengelus rambutku. Aku tak peduli dengan raut wajah cemburu ala Rosalie. Aku terus menangis.
"Lalu apa yang akan dilakukan dokter selanjutnya?" tanya Rosalie tidak sabaran. Edward melepaskan pelukannya.
"Alice akan segera dioperasi" jawab Edward parau. Rosalie hanya diam. Raut wajahnya juga sedih.

Malam ini Rosalie menginap dirumahku. Ternyata dia tidak terlalu menyebalkan. Dia menceritakan semua kenangannya bersama Edward dulu. Rosalie adalah cinta pertama Edward. Dan ternyata Alice juga sangat dekat dengan Rosalie. Saat mendengar Rosalie menceritakan yang indah-indah tentang masa lalu mereka, aku merasa sangat-sangat cemburu. Ingin sekali aku menyumpel telingaku ini. Tapi apa boleh buat, aku juga ingin tahu. Dia terus menceritakan semuanya. Karena terlalu penasaran, sampai-sampai aku tidak merasa ngantuk sedikit pun. Begitu juga dengan Rosalie, dia dengan antusias menceritakannya. Yang membuatku kasihan pada Rosalie adalah ternyata dia juga merasakan sakit seperti yang dirasakan Edward. Rosalie juga diselingkuhi oleh Emmet, lelaki yang lebih dipilihnya dari pada Edward.
"Aku bodoh sekali Bella" katanya dengan sangat menyesal. Aku bisa merasakannya, kasihan sekali Rosalie. Tapi aku tidak mau mengatakan 'kau harus mencoba mengambil hatinya kembali' , karena bukan itu yang ku mau. Aku tidak mau menjadi orang munafik.

Pagi ini kami semua sudah berkumpul dirumah sakit. Alice akan dioperasi hari ini. Aku tak pernah jauh dari Edward, dan aku juga tak mau jauh darinya. Sesekali aku menenangkan Jacob. Kasihan dia.
"Jake, kau tampak lelah sekali" kataku ketika melihat mata pandanya. Dia terlihat letih sekali.
"Tidak Bella" jawabnya. "Kau tahu, demi Alice aku tak pernah tidur sekalipun aku sanggup" lanjutnya lagi. Aku tersenyum. Sekilas aku melihat ke arah Edward dan Rosalie yang sedang mengobrol. Tapi aku tak mau berfikir yang tidak-tidak.
"Sudahlah Bells, jangan khawatirkan aku" katanya lagi. Aku kembali menoleh ke arah Jake. "Khawatirkan si singa betina itu" sambung Jacob lagi sambil nyengir dan melirik ke arah Edward dan Rosalie. Aku tertawa kecil.
"Dia tidak terlalu menyebalkan" kataku membela Alice.
"Oh yeah?" tanya Jacob meremehkan.
"Yeah, cobalah dekat dengannya" jawabku optimis.
"Akan kucoba jika dia berubah menjadi kucing betina" kata Jacob tersenyum jail.
"Dasar kau Jake" kataku sambil meninju bahu Jacob. Jacob lalu terdiam lagi. Aku mengelus bahunya.
"Tenanglah Jake, semua akan baik-baik saja, Alice perempuan yang kuat"

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Someday In London Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos

Like the Post? Do share with your Friends.